Setiap Anak adalah Juara

...Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir....

Hujan dalam Ingatan

...Seperti pertanyaan yang aku titipkan pada hujan sore itu. Apakah kau merindukanku?....

Tiga Bungkus Nasi Kucing untuk Berbuka

...Kebahagiaan berada di dalam hati orang yang mengingatNya....

Kisah Kertas Kebahagiaan

...Let me find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart....

Siapa yang Berdiri di Depan Pintu?

...dan kau tahu makna cinta, masuklah....

Gusti Allah Ora Sare

...Hidup adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan....

Wednesday, February 3, 2016

Kendala Apa yang Dihadapi saat Mengerjakan Skripsi?

bakomubin.com
Ada beberapa hal memang sulit, tapi pantas untuk dikerjakan. 

Jalan kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes) nampak begitu lengang. Bukan karena slogan Kampus Bebas Kendaraan (yang sekarang menurutku perlu digalakkan lagi), namun jalanan lengang karena mahasiswa sedang libur semester yang masih berlangsung sampai 29 Februari nanti.

Berbeda di hari aktif kuliah di Unnes yang akan nampak lebih banyak mahasiswa kumpul di gazebo kampus, nongkrongin Wifi di Perpus Pusat, antri di depan ATM, beli makan di Warteg, sampai jajan es Dawet Ayu di dekat embung Unnes (eh karena kebijakan kampus -yang aku kurang tahu alasan pastinya apa- pedagang kaki lima sekarang sudah tidak boleh berjualan di sana. Kalau ada yang tahu, sekarang Mas Penjual Es Dawet Ayu pindah jualan di mana ya? Udah lama tidak beli Es asal kota kelahiranku itu).

Hari ini barangkali kebanyakan lalu lalang di kampus adalah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi atau mahasiswa yang sedang ada kegiatan organisasi. Berbicara skripsi, hari ini aku ke kampus lagi. Lama aku tidak "nampak" di kampus, ada rasa rindu juga untuk berada di sana. Seperti kita kadang rindu akan rumah (ibaratkan Gedung B4 sebagai rumah), rindu itu bukan karena barang-barangnya, namun orang yang ada di dalamnya. Mereka seperti dosen, kawan-kawan seperjuangan, dan orang-orang lainnya yang pernah mengisi di hidupku di sana.

Tak hanya itu, saat aku melihat gedung itu. Aku seperti melihat diri di masa lalu. Waktu masih aktif kuliah, setiap pagi jika ada kesempatan, bertegur sapa dengan ibu paruh baya behijab yang menjadi petugas kebersihan di sekitar gedung. Tidak cukup di situ, aku juga melihat diri sedang mengikuti kuliah (sambil mengantuk) di kelas-ini benar-benar kebiasaan buruk. Setelah kelas selesai dan sudah masuk waktu shalat, aku antri shalat di Mushala sederhana (yang dikelola oleh kawan-kawan Rohis Lire Kaiwa) di pojok gedung B4 bersama kawan-kawan. Selepas itu, bercanda dengan kawan-kawan di bawah tangga gedung B4, atau duduk di tangga samping dekanat Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Lalu, kadang juga jika jeda kuliah masih panjang, memilih ke perpustakaan jurusan yang menjadikanku kenal dengan penjaga perpustakaan Mas Kholid (kalau Unnes ada reward untuk penjaga perpustakaan terramah, pasti lelaki beberapa bulan lalu menikah ini masuk nominasi).

"Hei... mana oleh-olehnya?"

"Oleh-oleh?" jawabku bingung.

"Iya, kabarnya kamu udah sampai ke Jepang," canda  Mas Khalid padaku yang heran sudah lama tidak pergi ke perpustakaan jurusan.

"Hm... aamiin... hehe...." sambil meringis mengamini, menanggapi candaan dari Mas Kholid.

Langkah demi langkah kuyakinkan diri menaiki tangga Gedung B4 Jurusan Prodi Pendidikan Bahasa Jepang, Unnes. Aku kenal betul gedung yang aku datangi ini, hanya saja cat baru yang digunakan memberi kesan berbeda. Warna putih terang memberi kesan lebih dinamis bagi pengunjung di sana. Aku masih menaiki tangga. Tangga yang tidak begitu tinggi itu kenapa begitu berat rasanya untuk kunaiki? Agaknya bukan karena banyaknya anak tangga, namun kurasa karena banyaknya beban pikiran buruk yang kubangun sendiri.

Pikiran buruk macam apa yang kubangun? Ya apalagi, tentu saja pikiran akan dimarahi dosen (walaupun nyatanya bukan kemarahan yang aku dapatkan, tapi nasehat yang menguatkan). Hal itu memang laik aku terima atas tindakanku selama ini. Bayangkan saja, sejak pertengahan Mei (tahun lalu) itu berarti hampir satu tahun aku tidak menginjakan kaki ke kampus untuk bimbingan. Memang benar-benar kebangetan bukan? 

Apa yang aku lakukan ada alasan. Namun, alasan-alasan yang kubangun sendiri setelah aku renungi itu hanya bentuk keegoisan diri. Pertama, alasan bekerja  paruh waktu (arubaito). Ketika alhamdulillah orang tua masih bisa memberi nafkah, penting mana mengerjakan skripsi sama bekerja? Tentu saja mengerjakan skripsi. Cari pengalaman? Boleh-boleh saja, tapi jika berlarut-larut kewajiban tidak dikerjakan itu tetap namanya kebangetan.

Perlu sebagai pelajaran diri, jika memang mau arubaito boleh saja. Namun, harus bisa bagi waktu antara bimbingan dan arubaito.  Sebenarnya aku bisa arubaito sambil bimbingan karena Mbak Ratna sang pemilik toko memperbolehkanku untuk izin bimbingan sambi bekerja. Tapi lagi-lagi karena keegoisanku, aku menyia-nyiakan kesempatan itu.

Kedua, alasan sakit mata. Bolak balik rumah sakit selama satu bulanan memang cukup menyita tenaga dan waktu. Tapi masa iya, sampai tidak bimbingan. Emang cek darah sampai memakan waktu berhari-hari, nggak kan? Tapi menurutku penyembuhan juga butuh waktu. Nah daripada di kos, mending waktu penyembuhan sambil ke kampus ketemu kawan lama. Penyembuhan kan bukan hanya dari obat dokter tapi transfer energi positif orang lain juga bisa membantu.

Nah kalau kumpul sama kawan-kawan kan bahagia, kalau udah bahagia rasa sakit berkurang. Jadi mudah sembuh deh. Bagaimana dengan alasan : kawan lamaku udah banyak yang lulus. Nah meski tinggal sedikit kawan seangkatan, bertemu dengan kawan yang sama-sama belum lulus kan juga ibadah, saling menguatkan, saling tukar pikiran. Hmm... betul juga ya? Alhamdulillah sakit mataku udah sembuh, jadi alasan sakit mata sampai tidak bimbingan adalah alasan egois selanjutnya. Semoga Allah Subhanahuwata`ala menjaga penglihatanku. aamiin insyaallah

Setelah aku pulang bimbingan kemudian menelisik isi hati, alasan utama aku lama tidak bimbingan adalah bingung memulai dan dilanda rasa malas. Benar saja, lama aku merasa galau bingung bagaimana memulai mendapatkan masalah untuk skripsi. Sampai akhirnya mendapatkan jalan untuk studi pendahuluan, lalu malas menyelesaikan. Hal itu karena data studi pendahuluanku berupa rekaman, dan aku perlu berjam-jam mendengarkan ulang. Belum lagi mengalihkan ke bentuk tulisan (itu aku lakukan sampai berhari-hari).

Namun, Alhamdulillah, akhirnya sejak jarang mendengarkan musik melalui headset dan kuhapus musik galau yang kupunya (diganti dengan beberapa murotal Alquran biar nggak jadi jomblo yang galaunya keterusan hehe)telingaku bertahan (meskipun berasa berdengung) digunakan untuk mendengarkan, mengulang, dan megalihkan suara dosen ke dalam teks selama berjam-jam. Dan ternyata rasa malas itu aku lawan, alhamdulillah Allah Subhanahuwata`ala memberi kekuatan untuk menyelesaikan studi pendahuluan.

Jadi, setelah mendapat bimbingan dan nasehat dari Ai sensei dan Andi sensei, begitu juga arahan dari Kaprodi baru Silvi sensei, aku sadar ada beberapa hal yang harus aku selesaikan. Ada hal yang urgent dan importan untuk dikerjakan bukan? Meski demikian, jika aku diminta untuk berhenti menulis di blog, aku katakan maaf belum bisa. Aku belum bisa berhenti menulis celoteh di blog-ku ini. Mau bagaimana lagi, meskipun tulisanku berantakan, ini termasuk hobi. :) Akhir kata, がんばれば、できる!
(Ganbareba, Dekiru!)。

Unnes Sekaran, Semarang 3 Februari 2016


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More