Tuesday, June 25, 2013

Setiap Anak adalah Juara


Ikan yang ia tangkap di selokan sekolah dibawanya ke rumah. Botol air minumnya menjadi wadah. Sampai di rumah, dimasukannya ikan tadi ke dalam akuarium, dengan berhati-hati takut tumpah. Kelakuannya setiap hari, membuat kedua orang tuanya marah. Dan ibunya juga menjadi semakin gelisah.

Ishaan Nandkishore Awasti seorang siswa kelas tiga SD kesulitan dalam membaca. Bahkan untuk mengenal huruf pun ia harus menguras pikirannnya tak mengerti, mencari-cari sebuah arti. Ishaan, begitu teman-temannya memanggil. Ia punya seorang Kakak bernama Yohan. Seperti air dan minyak. Keduanya mempunyai karakter yang berbeda. Yohan, seorang siswa yang rajin dan berprestasi secara akademik. Sedangkan Ishaan, ia anak yang malas dan tak pernah mendapat rangking dan tak naik kelas.

Ishaan terkena dyslexia, penyakit kesulitan mengenali huruf, membaca dan menulis. 

Namun, gurunya tidak menyadari. Sering Ishaan tidak bisa membaca di dalam kelas. Hurufnya seolah menari-nari, dan Ishaan memang banyakberimajinasi. Seperti dalam mata pelajaran bahasa Inggris, setiap kali ditugaskan untuk membaca, Ishaan tidak bisa. Akhirnya hukuman diberikan guru kepadanya. Perlakuan guru dan teman-teman dalam kelas membuatnya frustasi. Ia merasa tak dihargai. Meski setengah mati mencoba menuruti. Ia menjadi tidak percaya diri.

Di sini, seharusnya tugas guru dilaksanakan. Bukan hanya sebagai pengajar memberikan tugas saja, namun juga sebagai pendidik menemukan hambatan dalam mengerjakannya kemudian memberikan solusi. Mencoba mengerti siswa dalam segala situasi. Itu salah satu yang disebut mendidik dengan hati.

Guru Bahasa Inggris Ishaan barangkali juga kelelahan mengajar puluhan siswa dalam kelas besar. Sehingga ia tak mampu mengerti satu per satu kebutuhan dan hambatan apa yang ada dalam setiap individu siswa. Namun, hal ini tak cukup menjadi alasan. Cara guru mengajar dengan keras akan membuat siswa kehilangan kreativitas.

Menurut Konsultan Pendidikan Munif Chatib dalam bukunya “Gurunya Manusia” memberikan pandanganya, di mana fungsi guru dalam kelas adalah sebagai fasilitator. Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir. Siswa bukanlah benda mati yang hanya diajar dengan metode ceramah terus menerus. Namun, jadikanlah siswa itu tanaman yang dapat menyerap air dan mengembangkannya untuk tumbuh.


Dok. Pribadi/Srikandi Shashin Photograph

Tak hanya guru yang menjadi masalah bagi Ishaan, ternyata orang yang disayanginya dirasa menjadi salah satu sumber masalahnya. Orang tuanya menuntut Ishaan untuk berprestasi secara akademik, seperti Kakaknya, tanpa melihat hambatan apa yang dihadapi Ishaan dalam belajar. Orang tuanya putus asa, merasa bahwa anaknya bandel harus hidup di asrama. Akhirnya, meski berat, orang tuanya mengirimkan Ishaan ke asrama. Ishaan semakin tidak percaya diri, perasaanya ia pendam sendiri. Ia merasa tak bisa apa-apa selain menyusahkan orang lain.

Datanglah penolong, Ia adalah guru baru dan seketika menjadi guru dambaan siswa. Ia bukanlah guru yang selalu menghakimi, yang maunya benar sendiri, mendominasi, dan tak mau tahu masalah siswa dan siswi, hanya mengandalkan gaji. Tapi, ia adalah guru yang percaya belajar bukanlah hanya sekadar perolehan nilai kognitif sempurna, tapi belajar adalah menjadi manusia yang bermanfaat untuk khalayak, mau mengerti masalah siswa, guru yang memberikan motivasi, guru yang mengispirasi siswa. Gurunya manusia.

Ram Shankar Nikumbh, yang diperankan oleh Aamir Khan sekaligus produser dan direktur film ini. seorang guru yang akhirnya membuat Ishaan menemukan kepercayaan diri. Seorang guru yang percaya bahwa setiap pribadi anak adalah unik, every child is special. Setiap anak mempunya minat dan bakat yang berbeda, tugas guru adalah membantu mengembangkannya.


Ram, begitu gurunya manusia ini disapa. Ia sadar betul sebelum ia menjadi orang sekarang ini, tepatnya menjadi guru, ia adalah seorang bocah kecil. Ya, bocah kecil pengidap dylexia seperti Ishaan. Ia tahu setiap manusia punya kelemahan, seperti halnya anak-anak. Tapi dengan kelemahan itu, tidak boleh menjadi penghambat anak-anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

Ishaan yang gemar menggambar dan melukis akhirnya ia tahu bahwa ia memang berbeda dengan teman-temannya, tapi dengan perbedaan itu ia menjadi dirinya sendiri. Inilah fungsi guru, fasilitator. Gurunya manusia memberikan ruang anak untuk menjadi apa yang ia mau. Mengajar dengan hati, gurunya qalbu.

Para calon pendidik muda, anak-anak punya keunikanya sendiri. Gurunya para Taare Zameen Par, bintang kecil di surga. Kehadiran anak-anak dari surga ini sebagai pengingat kita bahwa hidup akan terus berlanjut meski dalam keterbatasan. Mari belajar menjadi gurunya manusia. Kita dulu juga adalah anak-anak bukan? Setiap anak adalah juara, dan kita adalah juara dibidangnya masing-masing. Insyaallah

Terinspirasi dari Film "Taare Zameen Par", Semarang, 25 Juni 2013


Foto Internet

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More