Setiap Anak adalah Juara

...Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir....

Hujan dalam Ingatan

...Seperti pertanyaan yang aku titipkan pada hujan sore itu. Apakah kau merindukanku?....

Tiga Bungkus Nasi Kucing untuk Berbuka

...Kebahagiaan berada di dalam hati orang yang mengingatNya....

Kisah Kertas Kebahagiaan

...Let me find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart....

Siapa yang Berdiri di Depan Pintu?

...dan kau tahu makna cinta, masuklah....

Gusti Allah Ora Sare

...Hidup adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan....

Thursday, December 11, 2014

Bumi yang Tak Lelah Berrotasi

facebook.com/DakwahMuslimah
Keheningan kos tiba-tiba pecah oleh isak tangis seorang perempuan. Malam Jumat, aku kira suara itu suara seperti yang pernah aku dengar beberapa tahun lalu. Bersuara namun tak berwujud. Namun, dugaanku keliru, aku kenal suara isak tangis itu. Segera aku hentikan lantunan murotal dan melepas headset di telinga. Kutinggalkan netbook di atas kasur, berjalan menuju sumber suara.

 Kuberjalan pelan menaiki satu demi satu anak tangga. Seorang gadis tertunduk lesu duduk di beranda lantai dua kosan. Tangannya memeluk lutut, menangis dengan muka kusut. Kudekati dengan melangkah pelan. Kududuk disebelahnya, kubelai kepalanya, kemudian pungungnya. Hening tak ada suara.

"Menangis-menangislah. Lepaskan semua yang kamu rasakan. Lepaskan, itu lebih melegakan," lirihku sembari tangan masih membelai kepalanya.

"Aku lelah," lirihnya, kemudian tangisnya kembali pecah. Disembunyikan muka merah itu menempel pada kedua pahanya.
"Kamu bilang lelah? Coba tengoklah bumi. Ia berputar tak pernah kujumpai dalam posisi berhenti," kataku dalam hati. Kuurungkan untuk mengatakan kalimat tadi. Terlalu puitis untuk kondisi malam ini.
"Berwudlulah, berdoalah. Jika lelah dan ingin tidur, tidurlah. Pagi selalu menawarkan hal yang baru," akhirnya kalimat ini yang kupilih untuk menasehati dirinya dan diriku sendiri dan kutinggalkan sosok perempuan itu menyendiri.

"Suara tangisku tadi keras sekali?" sebuah suara serak disusul suara kaki melangkah terdengar dari arah belakangku.

"Tidak, hanya cukup mengagetkan, kukira kuntilanak menangis malam Jumat begini," candaku sambil mengehentikan langkah, kemudian kugandeng tangannya.

Kami tersenyum bersama, dengan berhati-hati menuruni tangga. Langit nampak gelap, enggan menampakkan kilau bintang. Namun, kami dua sahabat perempuan berharap bisa melihat bintang dalam tidur nyenyak malam ini.

Terisnprasi dari kisah nyata di malam Jumat berkah ini, Semarang, 11 Desember 2014

http://myfitriblog.wordpress.com/2013/12/16/alquran-menjawab-pertanyaanmu-ketika-di-uji-diposkan-oleh-khazanah-trans7/

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More