Thursday, April 24, 2014

Dunia yang Semakin Maya

Masihkah Anda ingat friendster? Masyarakat generasi angkatan 2009 dan angkatan beberapa tahun sebelumnya kemungkinan mengetahui dan ingat bagaimana layanan media sosial ini mnciptakan candu internet. Ya, media sosial yang muncul pada 2002 ini merupakan salah satu media sosial internet generasi pertama saat merebaknya internet di Indonesia.


Friendster berasal dari kata Friend dan Napster. Friendster merupakan pembaharuan dari Napster yang lahir terlebih dahulu sebelum Friendster. Dengan kelemahan yang ada pada Napster yang mempunyai tampilan sederhana, Friendster menawarkan pengguna dengan akun Friendster yang dapat menampilkan profil pribadi secara lebih detail.


Friendster karya pemuda asal California, AS Jonathan Abrams ini merupakan media sosial semacam Facebook-tapi mempunyai fitur yang masih terbatas. Pengguna friendster dapat menambah teman dengan istilah add friends . Jika pada Facebook ada status, di Friendster ada testimoni. Yang membedakan Friendster dari Facebook antara lain pengguna bisa tahu siapa saja yang kepo berkunjung ke laman Friendster mereka. Selain itu, tampilan Friendster dapat diubah-ubah sesuai kehendak kita dengan template dan gambar-gambar menarik seperti pada blog.


Tidak hanya itu, media sosial berupa chating juga cukup banyak digandrungi pada masa itu salah satunya MIRC. Timbal balik yang cepat dan obrolan yang renyah menjadi salah satu daya pikat situs ini. Penggunaan nama juga bisa diubah sesuai dengan keinginan. Penggunaan nama cukup aneh-aneh, seperti Pejantan Tangguh jika cowok, Cinderella jika cewek. Pengguna lebih bebas memilih nama karena tidak ada profil yang lengkap dan jelas, bahkan foto juga tidak ada. Hanya nama pengguna dan barisan kata-kata chating.


Sekarang, media sosial generasi baru menjamur. Barangkali Blackberry, Line, WhatApp, Kakao Talk merupakan generasi selanjutya dari MIRC. Facebook milik Mark Zulkenberd dengan segala inovasinya mengakuisi Instagram .Tidak hanya itu, media sosial Line, kabarnya juga akan dibelinya juga. Setelah itu muncul tempat manusia berkicau, Twitter. Seperti namanya "kicauan", tulisan yang diunggah lebih terbatas dari pada Facebook hanya 140 karakter.

Pergulatan Waktu Dunia Nyata dan Maya


Ada tujuan baik dari diciptakannya media sosial. Setidaknya mendekatkan yang jauh. Seperti dalam Facebook Story, seorang perempuan berhasil mempertemukan dua saudara yang telah berpisah selama puluhan tahun. Cerita berawal dari seorang kakek yang kehilangan alamat dari saudaranya hingga terlantar di jalanan sampai puluhan tahun.

Akhirnya,melalui Facebook seorang perempuan membagi kiriman tentang profil sederhana berikut foto dari kakek tersebut. Facebook pun mempertemukan dua saudara tadi. Tidak hanya gerakan solidaritas yang bisa dilakukan melaui Facebook. Namun, gerakan politik juga bisa dilakukan seperti halnya kenaikan pamor Barack Obama di mata anak muda berkat media sosial.


Namun, sisi buruk media sosial juga tidak kalah santer. Hanya untuk menunggu tanda suka (like-red) dan atau tanggapan (comments-red) dari teman di Facebook, seorang pengguna rela menunggu bermenit-menit bahkan berjam-jam. Lupa makan, lupa minum, bahkan ketika hujan lupa mengangkat jemuran! Hehe....

Belum lagi jika tanggapan pada status di dinding (wall-red) semakin hangat, maka Facebook semakin memikat. Semakin memakan waktu hanya untuk duduk atau berbaring sambil berinteraksi melalui gadget. Bahkan, hanya untuk memilih foto profil, dalam satu kali membuka media sosial, bisa membutuhkan waktu berjam-jam.

Facebook dan media sosial serupa, memberikan ruang untuk bebas berpendapat, bebas berekspresi. Kita bebas berteman dengan siapa saja, dari presiden sampai pedagang somai. Manusia memang butuh aktualisasi diri, cenderung untuk dianggap ada. Melalui media sosial, orang-orang akan merasakan hal itu. Namun, terkadang orang-orang lupa untuk berbuat pada dunia nyata. Sibuk membuat topeng di dunia maya. Memoles profil agar nampak menarik, namun lupa bagaimana keintiman mengobrol sederhana yang asyik.


Kebanyakan manusia hidup pada dunia maya. Hidup dengan tanda suka dan komentar-komentar. Sikap sebatas retweet kata-kata bijak, senyuman indah hanya nampak pada foto dalam profil. Lupa indahnya keintiman berbincang dengan orang lain.
Keintiman berbincang, ketika melihat bagaimana raut muka orang yang diajak bicara, alis yang naik ketika ia marah, mata yang berbinar ketika bahagia, senyuman tulus ketika berterima kasih. Melihat fenomena ini, sisi buruk media sosial perlu disikapi dengan bijak. Dunia menunggu aksi nyata. Tak sekedar pencitraan yang maya. Tulisan ini merupakan gambaran diri,daripada ngomongin orang lain lebih enak ngomongin diri sendiri kan? hehe

Semarang, Februari 2014
Sumber foto Dok. pribadi dan internet (Mice Cartoon)

2 comments:

yg jauh makin dekat, yg dekat makin jauh... :-)
https://www.facebook.com/feriannotf

Iya, rasanya semakin sepi dalam keramaian.

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More