Setiap Anak adalah Juara

...Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir....

Hujan dalam Ingatan

...Seperti pertanyaan yang aku titipkan pada hujan sore itu. Apakah kau merindukanku?....

Tiga Bungkus Nasi Kucing untuk Berbuka

...Kebahagiaan berada di dalam hati orang yang mengingatNya....

Kisah Kertas Kebahagiaan

...Let me find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart....

Siapa yang Berdiri di Depan Pintu?

...dan kau tahu makna cinta, masuklah....

Gusti Allah Ora Sare

...Hidup adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan....

Friday, March 27, 2015

Kisah di Balik Pedagang Rambutan Sekitar Unnes


Cinta Produk Indonesia Sekitar Unnes
  
Semangat Berusaha di Usia Senja
 Sebagian pengguna internet (netizen) yang baca celoteh ini tahu tentang kisah penjual tebu yang tak laku di Kamboja? Iya, di luar simpang siur keberadaan penjual tebu yang tak laku tadi, kisahnya berhasil membuat  warga dunia maya tersentuh dan ingin membantu. Tapi, tak perlu jauh-jauh membantu kakek penjual tebu yang tak laku itu, karena tengoklah kanan kiri kita di sekitar Unnes, ada juga kakek dan bahkan nenek yang masih tetap berusaha meski usia senja. Mereka juga memerlukan perhatian kita.

Kakek Penjual Tebu yang Menangis/sumber http://makassar.tribunnews.com/
Kembali pada bahasan awal seperti pada judul celoteh ini. Salah satu kenapa aku ingin menulis celoteh tentang penjual durian dan rambutan ini adalah, tulisan ini semoga bisa menjadi pengingat diriku setiap kali membuka blog ini. Pengingat kalau di atas bumi ini dengan segala kemudahan yang diberikan kepada kita (baca: mahasiswa) di Unnes, masih ada orang-orang sepuh (tua) yang berjuang sedemikian rupa mendapatkan keuntungan hanya seratus dua ratus rupiah untuk memenuhi kebutuhannya.

Baiklah, di bawah ini akan aku tuliskan celoteh mengenai pedagang rambutan dan pedagang lokal lainnya. Selamat menikmati. Semoga membaca celoteh ini, senikmat menyesap secangkir teh.

1. Kisah Penjual Rambutan

cintai produk indonesia Sekitar Unnes
Mbah Sadik Membungkus Rambutannya/Dok. Pribadi
Sadik. Begitu nama Mbah berpeci itu. Di usianya ke 60 ini, Mbah Sadik masih kuat berjalan sembari memikul dua keranjang penuh isi rambutan asli dari kampungnya, Kelurahan Ngijo. Jarak tempuh kurang lebih 3 Kilometer dari rumahnya sampai wilayah sekitar Unnes tidak memadamkan semangatnya berdagang rambutan. Setiap hari, Mbah yang pendengarannya sudah berkurang ini membawa rambutan sekitar 20 ikat di keranjangnya dengan harga masing-masing Rp 5000 (bahkan jika kamu mau menawar, harganya bisa turun lho)

Selain Mbah Sadik, ada juga Mbah Sutini. Ketika ditanya umur, mbah berasal dari Ampelgading ini tidak bisa menjawab pasti. Ia hanya mengingat pada tahun 1945 ia menikah dengan suaminya yang bekerja apa saja membantu petugas di KUA. "Bapak dadi buruh neng KUA," katanya ketika duduk di teras gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unnes sembari menawarkan rambutan yang dibawanya.

Setiap pagi, sekitar pukul 08.00 WIB, setelah selesai memasak, ia berjalan menggendong kurang lebih 30 ikat rambutan yang ia beli di Kelurahan Ngijo. Ia berkeliling dari Ngijo, rusunawa putri Unnes, sampai ke wilayah sekitar kampus. Ia mengaku, sejak dulu berjualan hasil bumi dari Gunungpati. Saat ini, sampai keenam anaknya berkeluarga dan tinggal jauh dengannya, ia tetap berjualan untuk kebutuhan sendiri, dan juga tidak lupa untuk memberi uang saku cucu kalau berkunjung ke rumah.  "Ora popo Mbak, wis tuo dodolan ngene. Lha arep ngopo, itung-itung iso nggo nyanguni putu, Mbak," kata sambil tersenyum ramah.

Sekitar Unnes
Bapak dengan Gerobak Dorongannya/Dian


Ada lagi, selain  Mbah Sadik dan Mbah Sutini yang berjualan rambutan dengan memikul dan menggendong rambutan, dan berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain. Bapak pada gambar di atas (maaf aku lupa namanya) menggunakan gerobak sorong untuk membawa rambutannya. Meskipun kakinya sakit, Bapak yang bertempat tinggal di Gang Rambutan ini tetap bersemangat mendorong rambutannya sampai ke tangan pelanggan.

Jika kamu ingin membeli rambutan mereka, cari saja disekitar Unnes. Kadang Mbah Sadik berkeliling menjajakan rambutannya di sekitar jalan Sekaran-Banaran. Untuk Mbah Sutini, ia kadang ditemukan di rusunawa putri, Gedung UKM, dan berkeliling di dalam wilayah kampus. Sedangkan Bapak dengan gerobak dorongnya, kadang kamu bisa menemukannya berkeliling mendorong gerobaknya di sore hari ketika banyak mahasiswa Unnes berolahraga di Tugu Konservasi.

2.Pedagang Durian

Sekitar Unnes
Mbah Sutrisno Membelah Durian Asli Gunungpati/Dok. Pribadi
Tidak hanya rambutan, Kecamatan Gunungpati merupakan surganya buah durian. Jika kamu dari arah Unnes kemudian melintas di daerah pertigaan sebelum pertigaan sebelum kuburan di Kelurahan Patemon, cobalah tengok ke sebelah kiri. Ada seorang Mbah yang berjualan durian asli Gunungpati. Namanya Mbah Sutrisno (85). Meskipun dengan raga yang semakin menua, Mbah Sutrisno masih sanggup bolak balik Patemon-Gunungpati dengan membawa 50 biji durian.

Sebelum berjualan durian di gubug  seperti sekarang ini, ketika masih muda ia melalang buana ke daerah lain untuk membeli duren. Bersama Pak Suwardi (Mbah yang sering menjual thiwul di FE), Mbah Sutrisno menyewa truk dan membeli duren dari Sampang, Madura sampai Purbalingga, Jawa Tengah."Dulu bisa sampai ke Madura, sekarang badan sudah tua dan kalau sampai beli ke luar kota modal juga harus banyak. Sekarang cukup beli duren di pasar Gunungpati saja,"katanya.

Ia juga bercerita mengenai pengalamannya saat jaman 1965. Saat gencar-gencarnya PKI, ia melakukan perjalanan membeli duren dari Jawa Timur. Di tengah perjalanan, di daerah Wonokromo, ia diselidiki berjam-jam oleh aparat. Ia merasa kesal karena aparat tidak percaya kalau ia seorang Muslim.

 "Sampai-sampai saya dites bacaan Alquran. Saya sebelumnya ditanya `agamanya apa?` Saya jawab Islam. Kalau mengatakan Islam tapi tidak shalat apa gunanya,"tuturnya. "Setelah saya tidak terbukti, aparat yang memeriksa saya meminta duren yang saya bawa, tapi tidak saya beri. Satu pongge pun tidak boleh, sebab saya marah sudah menyangka saya pelarian," tambahnya dengan bahasa Indonesia yang lancar.

"Yo ngono Mbak rasane lungo soko paren, saiki wis tuo opo sing iso dilakoni yo dilakoni. Iso nggowo seket (lima puluh) duren yo nggowo, anger ora yo seanane sing penting bergerak. Ora nganggur," tambah Mbah yang tinggal di rumah bersama istrinya di Patemon itu.

3. Pedagang Thiwul dan Manggis

Sekitar Unnes
Mbah Suwardi dengan Dagangan Manggisnya/Dok. Pribadi
Senyumnya mengembang ketika aku menghampirinya di pinggir lorong gedung C1, Fakultas Ekonomi Unnes. Mbah Suwardi, ia adalah teman dari Mbah Sutrisno. Seperti yang aku ceritakan tadi di depan, Mbah Suwardi dulu juga saat muda, sempat bekerja sama membeli dan menjual durian dengan Mbah Sutrisno. Saat ini ia berjualan dari hasil bumi Gunungpati. Dulu, sebelum berjualan di Unnes, ia berkeliling di kawasan Asrama Komando Daerah Militer (Kodam) Semarang. Sekarang, di Gedung C1, FE kita kadang akan menjumpai Mbah Suwardi berjualan thiwul, gethuk, atau manggis kalau sedang musim.

Thiwul yang dibuatnya bersama istri di rumah tidak kalah dengan kebanyakan makanan di toko-toko, bedanya thiwul  Mbah Suwardi selain mengenyangkan juga sehat, karena tanpa bahan pengawet. Ia juga menambahkan, bahan baku thiwul  yang ia jual di sekitar Unnes, selain kadang mencari ketela di alas, ia juga membeli singkongi dari orang di Patemon sehargal Rp 15.000/ 3 Kilogram. Dari bahan itu, menghasilkan 40 bungkus thiwul yang dijualnya masing-masing Rp 1000. Jadi, jika semua thiwul itu terjual, setelah seharian berkeliling ia membawa pulang pendapatan bersih hanya Rp 25.000 setiap hari.

Hidup begitu terasa berat, bagi ia yang gampang mengeluh dan tidak bersyukur. Namun,berbeda dengan  Mbah-Mbah penjual di sekitar Unnes hidup itu. Meskipun hanya mendapatkan untung sedikit, mereka tetap semangat berusaha di tengah-tengah hiruk pikuk sekitar Unnes.

Melihat kenyataan demikian, rasanya aku yang masih muda ini belum melakukan apa-apa, betapa ada orang yang lebih keras bejuang untuk hidup di luar sana. Aku, selama ini tidak banyak perjuangan yang aku lakukan untuk sesama. Hanya salah satunya lewat kata-kata dalam celoteh ini yang bisa aku lakukan.

Cara lain menyebarluaskan semangat belanja/membeli barang di toko kelontong dan pedagang kecil di sekitar Unnes antara lain, kamu bisa unggah potret ketika membeli barang di toko kelontong atau pada pedagang lokal, kemudian tandai teman-temanmu. Seperti yang dilakukan temanku di bawah ini:


Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Unnes Heru Ferdiansyah Belanja di Toko Kelontong sumber foto klik di sini
Untuk menutup celoteh malam hari ini aku kutip kalimat dari seorang psikolog William James, "penemuan terbesar saya adalah manusia bisa mengubah kehidupan mereka dengan cara mengubah pikiran mereka."  

#SaveProdukLokal #SavePedagangLokalGunungpati #SaveJajanPasar #SaveKelontong #SaveWarungSembako dan yang tidak ketinggalan juga #SaveJomblo hehe

Jum`at, 27 Maret 2015

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More