Ann Liu |
Aku masih tinggal dalam diamku. Aku kira kau akan bicara lagi.
"Apa kau bahagia?"
"Aku sendiri sedang bertanya," jawabku kemudian. Dan kumenunggu kau berbicara lagi.
"Maafkan aku. Kadang ada beberapa alasan rumit kenapa mengambil sebuah keputusan. Kau tahu itu kan?" terangmu meminta persetujuan.
"Mulanya aku sering menangis. Menangisi yang telah lepas dan hilang. Tapi kini aku tak menangis lagi. Apa gunanya menangisi masa lalu?" tanyaku.
"Ada gunanya. Sekarang kau sadar bahwa aku tak sehebat yang kau kira."
"Tidak. Kau hebat. Sehebat lebih dari yang aku kira, karena kau berani memutuskan sendiri ini semua, meski kau tak menutup mata aku terluka," kataku sembari teringat kenangan yang mengharu biru.
***
Seorang teman bercerita, ia baru saja ditinggal orang yang ia cinta. Mendengar itu, aku jadi teringat percakapan tiga tahun lalu. Aku yang juga pernah terluka karena tidak berhati-hati dalam mencinta, hanya bisa melakukan salah satu cara, yaitu menasehati dengan kata-kata kepadanya yang sedang sakit hatinya.
"Menangis menangislah, bersedih bersedihlah, ini memang waktunya. Satu hal yang lebih penting esok kau masih bisa terjaga."
Kutambahkan sedikit kata-kata yang menggaung jelas di telinga.
"Dalam perjalanan mencari, kadang jawaban datang dengan cara yang tidak dimengerti. Melalui tikaman menyakitkan atau bahkan senyuman yang menyejukkan."
Semarang, 15 Juli 2015/ 28 Ramadhan 1436 H