Setiap Anak adalah Juara

...Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir....

Hujan dalam Ingatan

...Seperti pertanyaan yang aku titipkan pada hujan sore itu. Apakah kau merindukanku?....

Tiga Bungkus Nasi Kucing untuk Berbuka

...Kebahagiaan berada di dalam hati orang yang mengingatNya....

Kisah Kertas Kebahagiaan

...Let me find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart....

Siapa yang Berdiri di Depan Pintu?

...dan kau tahu makna cinta, masuklah....

Gusti Allah Ora Sare

...Hidup adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan....

Tuesday, December 29, 2015

Pentingnya Yoshuu dan Fukushuu

Suatu hari Sensei menanyai muridnya tentang materi bab kemarin dan sebagian besar dari kami hanya bisa diam –karena agak lupa. Kemudian Sensei lanjut bertanya tentang pola kalimat baru di bab selanjutnya dan kami semakin tutup mulut.

Jiin~ 

Begitulah suasana hening di kelas yang lantas disambung oleh tawa miris Sensei. Beliau tentunya marah karena para murid seakan kurang serius dalam belajar. Tak pelak ceramah berdurasi setengah jam lebih pun masuk ke telinga kami.

Ada apa gerangan?

Yapp, ini karena murid-murid Indonesia pada umumnya hanya belajar jika AKAN ADA ULANGAN. Miris bukan? Termasuk saya terkadang bersikap seperti itu karena ditubruk oleh sibuknya event ini itu. tetapi menurut saya itulah kunci sukses orang Jepang yang selalu belajar tanpa kenal waktu karena sudah menjadwal waktunya dengan teratur tanpa mubadzir sedikitpun.

Yoshuu 「予習」atau menyiapkan pelajaran adalah kegiatan untuk bersiap-siap menginjak ke materi berikutnya sehingga murid sudah mempelajari kosakata dan pola kalimat baru dnegan mandiri yang selanjutnya pemahaman tersebut akan dikuatkan dengan penerangan dari Sensei keesokan harinya.

Fukushuu 「復習」atau mengulang kembali pelajaran adalah kegiatan mengingat kembali materi yang telah dipelajari karena antara materi yang satu dengan yang lain saling berhubungan dan tidak pernah terputus.

Memang awalnya susah untuk melakukan karena kita benar-benar harus bisa meluangkan waktu untuk belajar mandiri dalam memahami untuk mendapatkan gambaran awal tentang sesuatu yang baru maupun mengingat kembali hal yang pernah dipelajari tetapi sampai terlupa di tengah jalan.

Namun bandingkan saja dengan resikonya. Sewaktu MTs dan SMA, guru saya sering mengadakan Pre-Test yang tentu saja membuat jantung berdebaran. Bayangkan, belum membaca materi baru sama sekali tiba-tiba kita dihadapkan dengan selembar kertas berisi pertanyaan yang tak pernah kita nyana. Atau tiba-tiba saja guru meminta kita menuliskan kembali semua kosakata-kosakata yang telah dipelajari di pertemuan minggu kemarin dalam secarik kertas kosong. Lantas apakah kita hanya bisa diam? Menyesali mengapa tidak melakukan sesuatu demi keberhasilan kita sendiri di masa depan?

Nah itulah yang saya pikirkan seusai ceramah Sensei terus berdengung di pikiran saya. Banyak orang menghabiskan waktunya demi sesuatu yang tidak lebih penting daripada belajar demi kesuksesan dirinya di masa depan. Sensei juga menekankan bahwa semakin banyak semester bukan berarti bab-bab awal semakin dilupakan karena bab tersebut menjadi landasan berpijak menuju bab yang lebih tinggi justru harus semakin dikuatkan. Aneh bukan jika hendak naik ke tempat yang lebih tinggi kita tak memiliki sandaran atau alat bergantung yang memadai? Malahan kita akan terjatuh dengan rasa sakit yang luar biasa karena tidak memiliki pengalaman dan pengamanan yang cukup.

Sama seperti orang beragama, jika ia memilih mendalami agama di masa tua nanti maka ia akan sangat menyesal apabila di hari esoknya ia terlanjur meninggal dan menghabiskan sisa hidupnya kemarin bukan untuk Allah. Ia tidak mengerti bagaimana caranya bersyukur, bagaimana caranya beribadah, bagaimana caranya bertobat dan memohon ampun atas dosanya kepada Sang Maha Kuasa hanya karena malas melakukan sesuatu dang menundanya untuk waktu yang lama sekali. Duh, sungguh mengerikan yah. u,u

Hmm..memang, hal yang sepele ternyata berakibat besar ya?

Yosh..think global to the future guys, pasti kalian menemukan perbedaan yang signifikan dengan terus berpikir ke arah depan dan memperhatikan keadaan di sekeliling secara seksama.^^

Semoga bermanfaat dan ganbatte kudasai! :D

Wednesday, December 23, 2015

Deadline Oh Deadline...Bagaimana Mengatasinya?

wheeldesign.blogspot
Deadline atau batas akhir suatu event seringkali membuat kita seakan kebakaran jenggot. Bagaimana tidak? Untuk orang yang manajemen waktunya sudah bagus saja terkadang keteteran apalagi yang jarang mengagendakan kegiatannya pasti berantakan, hehe.^^

Baiklah, uraian di atas barulah intermezo saja. Saya sebagai penulis kecil-kecilan telah menganggap deadline sebagai warna indah di dalam hidup saya. Bayangkan jika tidak ada deadline dalam suatu event maka apa yang akan terjadi? Kebanyakan orang pasti akan malas, malas, dan malas serta menunggu untuk mengumpulkan naskahnya yang mungkin sampai akhir dunia nanti. Namun berbeda dengan orang yang rutin mengagendakan kegiatannya serta memikirkan rencana cadangan apabila kegiatan yang telah terjadwal itu terpaksa ditunda atau diganti waktu pelaksanaannya.

Hal ini sering saya temui ketika saya tengah menggarap naskah dan merasa bosan, di situlah kadang saya berselancar di internet dan menilik update peserta di event tersebut. Tidak tanggung-tanggung, baru sekitar tiga hari seusai event itu diumumkan, sudah ada orang yang mengirim naskahnya dan nangkring di urutan pertama update peserta. Bagaimana bisa ya?

Sebenarnya mudah. Waktu luang itu selalu ada untuk kita hanya tinggal kita saja yang menyadarinya atau tidak. Tergantung pemikiran orang tersebut pula yang menentukan bagaimana tingkah lakunya. Laiknya orang Jepang yang disiplin waktu, mereka selalu mencatat setiap agenda yang akan dilakukan di buku catatan kecil yang sering disebut techou sehingga mudah mengingat dan mengatur jadwal kegiatannya. Dapat memilih pula agenda yang mendesak atau tidak sehingga tidak mengorbankan gagalnya agenda lain yang ingin dikerjakan melainkan hanya menunda waktunya saja, mudah bukan?

Hal ini pernah saya terapkan terhadap diri saya sendiri dan alhamdulillah berhasil, beberapa event dapat ‘tersapu’ dengan baik meski tidak semuanya jadi naskah kontributor. Beginilah tips saya:
1. Pilih event lomba yang temanya menurut Anda paling mudah dikerjakan, segera cari referensinya dan pikirkan inti ceritanya.
2. Jangan terlalu pusing menentukan judul, yang penting badan cerita disusun dengan baik lebih dahulu, setelahnya pikirkan ending cerita yang mengena dan mengandung pesan.
3. Pikirkan judul yang menarik sehingga keoptimisan naskah Anda layak jadi kontibutor cukup tinggi, memang urusan sederhana tetapi first eye catching memiliki poin cukup penting untuk menarik minat orang lain yang membacanya.
4. Poin yang cukup penting, jangan selingkuhi naskah! Jika kita mulai bosan atau writer’s block dan mulai 'nakal' pindah dari naskah ini ke naskah itu maka tidak ada satupun naskah yang akan terselesaikan karena kita sudah menghabiskan banyak waktu.
5. Segera setor naskah apabila dinilai ‘layak matang’ agar kita segera tahu seberapa besar kemampuan kita dan untuk menghindari keraguan dalam mengirim naskah.

Bagaimana? Sebenarnya langkahnya mudah namun perlu dorongan dari diri sendiri. Karena masalah itu selesai bukan karena kita meninggalkannya atau melupakannya tetapi menyelesaikannya dengan segala kemampuan yang ada.

Lewat animasinya, Jepang mengisahkan anak malas yang berubah menjadi orang yang peduli jika ia mau mengerti keadaan di sekitarnya. Judulnya Hyouka, pemeran utamanya bernama Houtarou Oreki yang memiliki motto "If I don't have to do it, I won't. If I have to do it, I'll make it quick." Atau yang di dalam bahasa Indonesia artinya “jika tidak perlu maka aku takkan melakukannya. Jika aku harus melakukannya maka akan kulakukan dengan cepat.”

So simple right?^^

Ingat, setan menipu kita dengan memanjakan di saat waktu luang kita dan mencekik di saat waktu sempit yang baru kita sadari. Gelar deadliner sejati itu bukan pujian lho, ayo ubah dirimu menjadi lebih baik! :D
ini nih mottonya oreki^^

Friday, December 18, 2015

Mengapa Memilih Jepang?

Tokyo Tower
interestingarticle.blogspot.com
Judul di atas adalah pertanyaan yang sering dilontarkan banyak orang –termasuk keluarga saya- ketika memilih menempuh studi pendidikan bahasa Jepang di Unnes.

Mengapa?

Mungkin bagi orang awam, jawaban saya hanya akan menyangkut soal kehebatan Jepang dari segi hiburan. Misalkan saja anime, film, drama, boyband atau girlbandnya. Namun menurut saya itu hanya sebuah nilai plus yang memudahkan saya mempelajari Jepang itu seperti apa. Lewat media hiburan tersebut, hal-hal seperti budaya, politik, pandangan hidup, dan lain sebagainya dapat tersampaikan dengan lebih mudah. Oke, mari kembali ke pembahasan awal.

Mengapa saya memilih Jepang?  Karena kegemerlapan kota Tokyo yang termahal di dunia dan terkenal dengan samurai bengis serta budaya harakirinya(1)? Wow wow, bukan seperti itu motif saya, hehe.^^

Nama resminya adalah Nihonkoku atau Nipponkoku, negeri yang memiliki kemajuan hebat di bidang teknologi dan pendidikan, tingkat kemakmuran dan kedisiplinannya tinggi, serta objek wisatanya makin diminati dari tahun ke tahun oleh pelancong luar negeri karena pelayanannya menarik bahkan pengunjung muslim pun dimudahkan dalam beribadah di sana, ditambah makin meningkatnya mahasiswa dari luar negeri yang tertarik mencari kunci kesuksesan. Bagaimana? Sudah jelaskah? Bukankah Jepang adalah cerminan negara sejahtera yang didambakan oleh semua orang?

Terlepas dari kekurangan Negeri Sakura tersebut, saya menyadari bahwa dengan belajar bahasa Jepang akan memberikan kesempatan baik untuk saya mengubah Indonesia. Mungkin awalnya susah karena kita harus mempelajari huruf hiragana, katakana, dan kanji agar mengerti bahasa tersebut, baik membaca maupun menulis. Bahkan harus mempelajari berbagai tingkatan bahasa seperti teineikei(2), futsuukei(3), sonkeigo(4), dan kenjogo(5) selayaknya dalam bahasa Jawa, lama-lama bisa pusing saya, hehe.

Meskipun ada halangan besar seperti yang sudah saya sebutkan, tetapi semangat untuk mempelajari bahasa Jepang demi masa depan negara sendiri takkan membuat saya putus asa. Menyadari kelemahan saya sebagai mahasiswa yang dulunya apatis dan hedonis, sekarang mata saya terbuka dengan berbagai masalah yang muncul di Indonesia. Karenanya, saya ingin menjadi seorang guru yang dipanuti oleh murid saya dan bisa memberikan kontribusi penting kepada masyarakat. Memang masalahnya saya susah dalam mengeluarkan pendapat dan merangkai katanya dalam bentuk lisan sehingga susah dipahami orang lain. Duh, boro-boro membimbing orang, mengatakan saya ingin begini atau begitu saja kadang-kadang ribet. Maka dari itu, saya ingin menjemput tantangan tersebut, sama seperti menjemput hidayah dari Allah bahwa perempuan adalah aset penting dalam majunya suatu negara.

Nah, kembali lagi ke topik. Jepang adalah tonggak kuat dalam dunia pendidikan, sudah terlihat jelas bahwa sejak taman kanak-kanak, penerus bangsa mereka telah diajari kemandirian dan kedisiplinan yang akhirnya mendarah daging secara alami di dalam kehidupan mereka. Dibandingkan dengan Indonesia memang berbeda jauh karena anak-anak di negeri kita sekarang mudah terkontaminasi hal buruk yang mudah ditemukan di berbagai acara televisi tanpa sensor sedikitpun, tetapi apabila kita ingin menerapkan hal kedisiplinan mengenai media sosial bagi anak maka tidak ada kata terlambat, selama kita terus berusaha dan berjuang tanpa mengenal kata menyerah maka in sya Allah akan ada hasilnya. Itulah budaya ‘akiramenai’ (tidak menyerah) dan ‘ganbaru’ (semangat) yang ingin sekali saya tanamkan di lubuk hati semua orang. Karena budaya Timur di Jepang masih sepadan dengan budaya Indonesia, saya rasa kedua elemen sakti ini bisa diterapkan sedikit demi sedikit mulai dari pribadi masing-masing. Yang saya ketahui, ketika akidah atau keyakinan seseorang sudah benar, maka cara berpikirnya akan bangkit dan akan melahirkan aksi-aksi perubahan yang tentunya sejalan dengan asas kepemimpinan berpikirnya, sehingga kemajuan akan terus muncul seiring berubahnya pola berpikir masyarakat yang ada di sekitarnya. Yang penting sekali untuk kita lakukan adalah PEDULI! Bukankah Allah sudah memberikan kita potensi-potensi hebat di dalam diri yang perlu digali dan dikembangkan? Apakah kita masih ingin menjadi pribadi yang individualis, egois, dan marah ketika orang lain mengingatkan kita untuk berbuat kebaikan?

Think again. Kemajuan di Jepang akan menjadi masa depan Indonesia pula apabila masyarakat benar-benar peduli, mengerti, dan sadar akan masalah yang sedang dihadapi. Bukannya acuh tak acuh dan hanya mementingkan diri sendiri dengan motto ‘yang penting saya tidak merugikan kamu dengan kebebasan yang ingin kulakukan’ yang seakan tertempel jelas di kening kita. Bayangkan jika Jepang seperti itu, pasti negara yang tidak lebih luas dari Pulau Sumatra itu akan semakin terpuruk. Angka bunuh diri akan semakin tinggi karena setiap orang terbelit dengan masalahnya masing-masing, dan tahukah Anda dengan apa yang Jepang lakukan demi meminimalisir kejadian tersebut? Jepang mengusahakan banyak kalimat motivasi dan peringatan terpasang dengan jelas di tempat yang sering digunakan untuk bunuh diri, di setiap stasiun kereta juga dipasangi lampu LED biru yang mencolok agar mereka mencegah dirinya bunuh diri dengan mudahnya. Kurang lebih papan peringatan tersebut berisi demikian:
“Hidup Anda adalah hadiah yang tidak ternilai dari orang tua Anda. Pikirkan lagi orang tua, saudara, dan anak Anda. Jangan simpan masalahmu sendiri. Bicarakanlah masalah-masalahmu.”

Bagaimana? Ingin menjadi manusia yang berguna manusia yang lain demi meraih ridha Allah juga bukan? Yuk, peduli dan sadar pada masalahnya serta cari solusi terbaiknya! :D

*Keinginan terdalam saya mengapa ingin belajar sampai ke Jepang yang belum sempat diikutsertakan ke dalam lomba karena ide muncul seusai deadline, hihi.^^

(1) Tradisi bunuh diri oleh orang Jepang zaman dahulu apabila kalah dalam berperang.
(2) Ragam bahasa formal.
(3) Ragam bahasa informal.
(4) Ragam bahasa hormat dengan meninggikan tingkatan kebahasaan aktivitas orang lain.
(5) Ragam bahasa hormat dengan merendahkan tingkatan kebahasaan aktivitas diri sendiri.

Thursday, December 17, 2015

Tentang Mahasiswa Semester Tua dengan Kegalauan yang Ada

Kalau sudah menonton drama keluarga seperti ini selalu lupa kalau ada skripsi yang harus dikerjakan segera. Iya, karena setiap kali menonton, pasti membayangkan andai aku bisa punya suami seganteng pemeran dalam film yang ada pada gambar di samping ini. hehe

Contohnya, ketika aku menonton drama keluarga asal Taiwan New Perfect Two (2012). Bayangkan saja, ayah yang ganteng dan baik hati yaitu Vic Zou sangat mencintai anak lelakinya. Apalagi artis anggota boy band F4 ini merupakan artis yang aku suka sejak SD.

Dalam drama diceritakan bagaimana Vic Zou yang berperan sebagai Ah Bee sangat sayang kepada anak semata wayangnya. Cerita yang menyentuh hati membuatku menangis sepanjang nonton drama ini.

Tuh kan, kalau sudah menonton drama keluarga, aku yang notabene adalah mahasiswa semester tua, suka lupa ada yang harus aku kerjakan segera. Percayalah aku adalah mahasiswa penghuni Universitas Negeri Semarang (Unnes) angkatan "tua". Kata "tua" di sini dalam arti sebenarnya. Tua umur, tua semester pula.

Saat ini usiaku 24 tahun, jomblo dan ditambah skripsi belum kelar. Kawan-kawan satu angkatan tinggal hitungan jari, kadang hal ini yang membuatku merasa asing sendiri. Saking lama merantau di Unnes, aku tahu perubahan harga bensin, rames, es teh dan harga sembako lainnya yang semakin tidak ramah kantong mahasiswa (khususnya mahasiswa apa adanya sepertiku).

Tidak hanya itu, sebagai mahasiswa semester tua, aku juga mengalami penggantian dekan sampai rektor Unnes (bahkan sampai tahu penambahan penjaga keamanan dan juga penjaga kebersihan). Menurutku, semua itu bukanlah prestasi. Sama sekali bukan. Oleh karena itu, kadang aku berpikir, apa yang sudah aku lakukan selama ini?

Barang kali salah satu pembaca Celoteh Anak Negeri di sini juga mempunyai nasib yang sama. Nasib sebagai mahasiswa semester tua. Seperti mahasiswa semester tua yang lain, ada beberapa faktor yang membuatku berada pada jalan sepi bernama "Semester Tua" ini. Aku sebut "jalan sepi", karena tidak banyak yang mau menyambangi. Hanya segelintir orang yang masih bersarang.

Bayangkan saja, dari tiga Rombongan Belajar (Rombel) dengan rata-rata dihuni oleh 30 mahasiswa, sekarang tinggal kurang lebih 11 saja (namun data terbaru yang aku dapatkan, dari sebelas mahasiswa tua ini tinggal 3 orang karena dikurangi yang ikut wisuda Oktober kemarin).

Betapa sepi bukan? Biasanya di kampus saling sapa dengan satu angkatan. Kini, ke kampus tinggal sendirian (karena jarang ketemu sama kawan-kawan yang tersisa itu). Apalagi, kalau mau jajan. Jalan sendirian menuju kantin, dan makan tinggal bayar trus pulang. 

Namun, itu yang dulu aku rasakan. Nyatanya setelah aku jalani, kau tak lagi merasa sepi. Ini memang harus aku jalani. Selain mikir skripsi, hari-hari aku jalani dengan arubaito (bekerja paruh waktu). hihi Selain itu, semeseter tua juga punya kegiatan sampingan lain yaitu kondangan.

Kenapa? Karena kawan-kawanku sudah pada bekerja dan tidak heran juga kebanyakan siap menikah. Tinggal nunggu undangan mereka saja, seperti bergiliran (kalau aku kapan coba?).  Ah sudahlah turut berbahagia untuk mereka, semoga aku juga segera insyaallah. :) Baiklah berpredikat sebagai semester tua tidak menghalangiku untuk bisa maju. Apalagi hanya mikirin mantan melulu. Siapa tahu jodoh tahun depan bisa ketemu. Aamiin insyaallah :)

Patemon, Gunungpati, Semarang 17 Desember 2015

Saturday, November 28, 2015

Apa Pendapatmu tentang Pendidikan Indonesia, Mblo?

Cita-citaku  Jadi Guru/foto Marfuah R.Umar Sidik
Assalamu`alaikum, Mblo... Maaf ya, saya panggil "Mblo" dari kata Jomblo. Ini merupakan panggilan sayang saya untuk kamu (dan saya khususnya) yang masih setia jomblo sampai halal. Insyaallah hehe Malam minggu bagi jomblo seperti kita pasti tidak bakal jadi sendu. Hal itu karena kita pilih-pilih kegiatan yang buat malam minggu jadi enggak kelabu.

Nah, kegiatan itu misalnya malam ini kita ngomongin sesuatu. Sesuatu itu bukan perkara mantan melulu. No way! Kita singkirkan sejenak kata "mantan" lebih baik malam minggu ini kita bicara tentang pendidikan. Bagaimana? Setuju kan? Soalnya kita juga generasi produk pendidikan, nah pandangan seperti apa tentang pendidikan Indonesia menurut kawan-kawan?

Kalau menurut saya, rasanya merupakan salah satu pemuda yang beruntung. Kenapa? Pertama,  kalau berbicara mengenai keterjangkauan sekolah dari rumah saya cukup terjangkau. Meskipun hidup di sebuah desa yang jauh dari kota, namun saya tidak begitu bersusah payah menuju sekolah. Hal itu sangat berbeda dengan sekolah di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T).

Ya, ketika Sekolah Dasar (SD) dulu, berangkat sekolah hanya membutuhkan waktu 10 menit berjalan kaki bersama kawan-kawan. Kemudian naik ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di kecamatan, dijangkau dengan berjalan kaki 20 menit menuju jalan raya, dilanjutkan naik mini bus selama 10 menit. Beranjak ketika Sekolah Menengah Atas (SMA), meski berada di kota namun sejak mini bus masuk desa setiap pagi hanya ditempuh selama 25 menit saja.

Kedua, bagaimana dengan sarana dan prasarana sekolah? Meski dulu keadaan ruang kelas SD ada yang bocor sana sini dan atap hampir ambruk, namun sarana dan prasarana semakin  memadai di SMP dan SMA. Buku, alat tulis, seragam, dan barang keperluan sekolah memadai. Alat olah raga di sekolah ada. Belajar komputer atau menonton film untuk mendukung pelajaran Sejarah atau Bahasa Indonesa ada ruang multimedia. Kemudian praktek pelajaran IPA bisa di laboratorium (meskipun laboratorium IPS di sekolah belum ada). Bahkan, sekarang menurut penuturan adik saya yang duduk di bangku SMA, sudah ada jaringan internet masuk ke sekolah (jaman saya dulu masih ngatri di warnet).

Ketiga, saya merasa beruntung dengan keberadaan guru yang menginspirasi. Ya, meskipun tidak semua guru sadar sebagai teladan bagi siswa, namun setidaknya di sekolah tempat saya belajar menemukan guru yang bisa digugu dan ditiru. Seperti halnya Bu Een Sukaesih (Alm) dengan keterbatasan fisik, namun ketulusan hati beliau dapat tempat di hati murid-murid. Bu Een (saya berharap guru di Indonesia yang lainnya juga) berperan seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara yaitu guru dengan asah, asih, dan asuh sehingga disayangi dan populer di kalangan siswa.

Betapa beruntung saya bukan? Namun, bagaimana dengan sekolah di daerah 3T di Indonesia? Ironi. Begitulah saya katakan karena di kota-kota pernah demam sekolah berstandar nasional dan bahkan internasional dengan membanggakan sarana dan prasarana yang ada. Namun berbeda dengan di daerah 3T yang minim sarana dan prasarana, semangat untuk bersekolah saja sudah cukup menjadi modal mereka menuntut ilmu.

Oleh karena itu, ada rasa haru dan bangga melihat foto kegiatan pengabdian Sarjana Mengajar 3 T (SM3T) kawan-kawan saya di media sosial mereka. Haru karena ternyata kondisi sarana dan prasarana nampak terbatas. Namun, sekaligus bangga karena meskipun dengan keterbatasan itu anak-anak dalam gambar nampak bahagia.

Di sinilah menurut saya pendidikan tidak melulu tentang sarana dan prasarana materi yang harus memadai, namun bagaimana keberadaan guru di sekolah menjadi pelita dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Ya, meskipun sarana dan prasarana tidak mencukupi, namun semangat guru memberi inspirasi akan menghidupkan semangat penerus bangsa menjadi insan yang berguna. Siswa yang cerdas tidak hanya intelektual, tapi cerdas juga secara sosial dan spiritual.

Menurut saya, digalakkannya program SM3T dan Guru Garis Depan (GGD) sangat bermanfaat dalam menciptakan siswa semacam itu. Siswa bersekolah dengan bahagia bersama guru yang tulus berbagi ilmu dan pengalaman menarik hidup mereka. Jadi, pendidikan tidak melulu tentang sarana dan prasarana yang lengkap tapi nir pemupukan akhlak mulia. Namun, pendidikan tentang bagaimana ketersediaaan dan pemerataan guru harapan Ki Hajar Dewantara untuk Indonesia yaitu guru yang asah, asih, dan asuh. Bukan begitu? Bagaimana menurutmu?

Semarang, 28 November 2015

Friday, November 27, 2015

私の生きがい (Alasan Aku Hidup)

danielnugroho.com
Judul di atas saya ambil dari teks pidato bahasa Jepang milik kakak kelas saya yang tadi pagi dibahas di dalam mata kuliah sakubun atau menulis karangan. Sensei sengaja memberikan teks tersebut karena beliau berkomentar bahwa naskah私の生きがい memiliki isi yang berkualitas juga dianggap sebagai naskah paling bagus yang pernah dibuat oleh anak Unnes. Oke, saya tidak membahas lebih jauh tentang naskah milik siapa atau tentang lomba pidato yang mana tetapi mengenai isi teks tersebut. Ya, alasan mengapa saya hidup.

Kebanyakan orang akan menjawab alasan mengapa mereka hidup adalah orang tua. Namun menurut saya itu kurang pas, sebab orang tua memang wajib adanya sebagai pendamping serta daya juang di dalam hidup kita. Karena pengorbanan tulus mereka, kita menyayangi mereka dan ingin membalas budi mereka selayaknya anak yang berbakti. Jika alasan hidup hanya demi orang tua atau manusia maupun makhluk hidup lain yang berumur pendek, maka jika alasan hidup kita hilang, otomatis kita akan berhenti memikirkan hidup kita ke depannya karena dianggap tidak ada tempat untuk bersandar lagi.

Sedangkan di dalam Islam sangat sederhana, alasan hidup kita adalah mencari ridha Allah serta rahmatan lil alamin. Mudah bukan? Hidup tidak terkesan ribet dan kita bisa fokus memikirkan apa yang akan kita lakukan di hidup yang hanya sekali ini kalau perlu akhirnya tanpa ada penyesalan. Dan yang paling istimewa, Allah tidak tidur jadi tidak perlu takut jika kita terpuruk. Sip?^^

Namun...apa yang bisa kita lakukan demi meraih ridha Allah? Apa yang bisa kita lakukan demi mengimplementasikan Islam rahmatan lil alamin atau yang dikenal sebagai Islam yang menurunkan rahmat bagi seluruh umat manusia?

Inilah yang menjadi pekerjaan rumah untuk tugas mengarang saya. Sensei dengan tegas menyatakan bahwa hidup itu tidak bermakna apabila kita tidak bisa melakukan hal untuk kebaikan dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Seperti yang sudah diungkapkan HR Thabrani bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Namun...apa ya? Hal kecil namun bermakna?

Karena Sensei melihat wajah cengar-cengir dan mesam-mesem kami –khususnya saya yang duduk tepat di hadapan beliau- akhirnya Sensei menuturkan sedikit hal tersebut. Beliau menceritakan sedikit pengalamannya ketika menempuh pendidikan di Negeri Sakura, di mana masyarakat Jepang memiliki budaya berterima kasih. Sekecil apa pun usaha itu, mereka menghargainya dengan baik. Sensei juga bercerita bahwa kegiatan konkret ini beliau terapkan di sebuah sekolah dasar Islam wilayah Ungaran. Hal tersebut dituangkan ke dalam Post It. Semacam mading kecil yang akan ditempeli kertas-kertas yang ditulis oleh siswa sekolah dasar tersebut dengan isi mengucapkan terima kasih. Betul-betul hal yang kecil dan sayangnya tidak disadari oleh orang kebanyakan. Misalnya “terima kasih mau menjadi teman sekelompokku”, “terima kasih sudah meminjamkan penghapus”, banyak bukan? Hal-hal kecil yang apabila kita mempedulikannya akan bermanfaat serta mengeratkan ukhuwah Islamiyah?

Nah, dari sini kita sudah terpahamkan bahwa alasan kita hidup dapat diwujudkan dengan peduli pada sesama bukan? Tetapi...hal yang lain apa ya? Apa karena hati kita sudah terlampau kering kerontang? Apakah jiwa kita sudah tak mampu peka dengan kepedulian dan rasa sayang hingga hanya mengutamakan diri sendiri dengan sikap hedonisme?

Sebagai muslimah, alasan hidup saya adalah berdakwah lewat tulisan, menyadarkan umat bahwa ada cinta dan kasih sayang abadi yang tak lekang oleh waktu dan senantiasa akan membuat kita semakin kuat yaitu Allah semata. Selain itu, saya juga ingin menjadi guru yang juga mengajarkan serta menerapkan pendidikan karakter agar generasi muda Indonesia juga bisa mengerti apa makna hidup ini. Seperti sabda Rasul yang mengatakan bahwa wanita adalah tiang negara, apabila baik wanita maka baiklah negara, apabila rusak negara maka rusaklah negara. Sudah jelas bukan bahwa manusia tinggal di Bumi memiliki misi tersendiri dalam hidupnya? Mengapa masih bingung harus melakukan apa toh Sang Pengatur sudah menunjukkan jalannya pada kita semua^^

Sekian dari opini saya kali ini, adakah yang mau memberi komentar atau tambahan lain mengenai “alasan mengapa saya hidup?”

Yup, semoga bermanfaat! :D

Thursday, November 19, 2015

Wah...Di Jepang Kucing Istimewa Lho!

Tama, Kucing Kepala Stasiun
Sumber: CNN Indonesia

Menurut kalian kucing hewan itu seperti apa? Lucu? Manja?

Yang pasti kucing adalah hewan yang paling manis, menurut beberapa orang di dunia, termasuk bagi saya. Bahkan mereka adalah hewan yang penurut dan setia kepada tuannya. Ke manapun majikannya pergi, mereka selalu mengikuti dari belakang dengan langkah jinjitnya dan tingkahnya yang menggemaskan.

Di Jepang khususnya, kucing adalah hewan favorit bahkan tidak jarang mereka dijadikan ‘sampul besar’ di sebuah tempat atau merk dan ajaibnya mendatangkan banyak keuntungan dari sana. Tokoh kartun Hello Kitty dan sejumlah kafe kucing yang tersebar di Jepang bisa menjadi bukti.

Contohnya Kepala Stasiun Kishi, Prefektur Wakayama, Jepang adalah Tama, seekor kucing betina. Wakayama Electric Railway mengangkat Tama sebagai kepala stasiun pada 5 Januari 2007. Tama adalah kucing pertama di dunia yang menduduki jabatan seperti  itu. Tepat di ulang tahun ke-5 sebagai kepala stasiun, Tama diberi asisten. Seekor kucing betina bernama Nitama. Karier Nitama melesat karena mampu melipatgandakan jumlah turis asing ke Wakayama. Pada 2014, jumlah pelancong di 14 stasiun di Kishigawa Line naik lebih dari 240%. Mereka yang datang ke Stasiun Kishi tidak bukan sekadar ingin melihat Tama, tapi juga senang naik Tama Densha. Kereta ini sangat digemari terutama oleh anak-anak karena desain, interior, dan eksterior kereta yang menarik. Semua bertemakan kucing baik sofa, dinding maupun langit-langit kereta. Di dalamnya juga terdapat kandang kucing yang terbuat dari kayu serta perpustakaan yang berisi buku anak-anak serta manga atau komik.

Tidak hanya itu, di Negeri Sakura tersebut juga terdapat pulau-pulau kucing di mana kita bisa melihat hewan manja tersebut hidup bebas di sana yang juga sangat populer di kalangan turis. Karena di kota besar banyak apartemen yang menerapkan aturan tidak boleh memelihara hewan, maka pemerintah mengakomodasikan tempat-tempat wisata unik untuk relaksasi bagi para pecinta kucing. Pulau-pulau itu antara lain:
1. Tashirojima, kota Ishinomaki, Prefektur Miyagi
2. Okishima, Prefektur Shiga
3. Sanagishima,Prefektur Kagawa
4. Aoshima, Prefektur Ehime
5. Muzukijima, Prefektur Ehime
6. Manabeshima, Prefektur Okayama
7. Iwaishima, Prefektur Yamaguchi
8. Prefektur Aijima, Fukuoka
9. Aishima, Prefektur Fukuoka
10. Genkaishima, Prefektur Fukuoka
11. Kadarashima, Prefektur Saga
12. Enoshima, Prefektur Kanagawa

Pulau Kucing Aoshima
Sumber: gambarwisata

Kucing-kucing tersebut katanya tidak pilih-pilih makanan. Bisa makan dengan nasi, wafer, kentang, atau bahkan biskuit yang mereka dapatkan dari para wisatawan. Dan biasanya akses menuju pulau-pulau kucing tersebut adalah menaiki kapal dan menepi di pelabuhan. Seorang nahkoda kapal feri mengatakan mengatakan pihaknya kerap kali mengantar pelancong setiap pekan, walaupun hal yang bisa ditawarkan hanyalah gerombolan kucing. Namun hewan tersebut sudah ‘dari sononya’ imut sehingga memberikan hiburan tersendiri yang menenangkan hati kita hanya dengan melihatnya. Saat turun dari kapal, wisatawan langsung disuguhi kucing-kucing yang sudah menyambut di dekat dermaga, wah kawaii~^^

Tidak tanggung-tanggung, di Jepang juga ada Hari Kucing lho. Ialah hari peringatan atau perayaan nasional di Jepang untuk menghormati kucing. Hari perayaan ini pertama kali dirayakan pada tahun 1987.  Di setiap perayaan yang selalu disambut meriah akan ada banyak promo di toko-toko hewan peliharaan. Penetapan perayaan Hari Kucing dilakukan dengan cara mensurvei 9000 orang di Jepang. Survei tersebut bertujuan untuk menetapkan tanggal perayaan Hari Kucing. Banyak orang yang memilih tanggal 22, sehingga penetapan hari perayaan ini adalah tanggal 22. Kemudian untuk bulannya diambil dari kata dalam bahasa Jepang. Kata "ni" (二) yang artinya "dua", jika diucapkan terdengar dekat dengan kata "nyan" (ニャン) yang berarti "meong". Sehingga angka 2 yang berarti bulan Februari (bulan kedua dalam setahun), dijadikan sebagai bulan penetapan perayaan Hari Kucing di Jepang. Komite Eksekutif menetapkan 22 Februari sebagai perayaan Hari Kucing. Selain itu, tanggal 22 Februari jika di Jepang ditulis dengan 22/2, dengan demikian dapat disebut dengan kata "nyan nyan nyan" dalam bahasa Jepang atau "meong meong meong" dalam bahasa Indonesia.

Bukti orang Jepang mengistimewakan kucing yaitu kehadiran patung kucing keberuntungan yang sering disebut “maneki neko” yang sering dipajang di toko, restoran, dan di tempat-tempat usaha lainnya. Kucing tersebut mengangkat kaki depan sebelah kanan dipercaya dapat mendatangkan uang, sementara maneki neko yang mengangkat kaki depan sebelah kiri dipercaya mendatangkan pembeli. Jadi selain disebut kucing keberuntungan, juga bisa disebut kucing rezeki dan kucing pengundang. Bentuk patung kucing tersebut sangatlah lucu apalagi yang tangannya bisa digoyang-goyangkan, hihi.^^

Maneki Neko
Sumber: steycool.blogspot

Sebenarnya tidak hanya Jepang, di Islam kucing juga istimewa. Nabi menekankan di beberapa hadits bahwa kucing itu tidak najis. Bahkan diperbolehkan untuk berwudhu menggunakan air bekas minum kucing karena dianggap suci. Banyak fakta ilmiah sudah membuktikannya lho. Maka dari itu tidak mengherankan jika kucing boleh berkeliaran di sekitar masjid, hehe.

Bagaimana? Apakah kalian tertarik memelihara kucing setelah tahu fakta-fakta spesial tersebut?^^

Sumber:
Koran HaloJepang! Edisi Maret 2015
Wikipedia

Wednesday, November 18, 2015

Menyapa Negeriku, Menyapa Indonesiaku

@dikti
Menungu pengumuman "Menyapa Negeriku" itu seperti menunggu kamu. Iya, kamu (Eits... nunggu siapa ya? #ingatjomblo). Rasa cemas, senang, dan berbunga-bunga jadi satu. Bagaimana tidak? Jika aku lolos melalui program pemerintah ini, selama lima hari aku bisa berkunjung, menyapa, dan berbagi inspirasi di Aceh. Ya, kota Serambi Mekah itu adalah salah satu daerah di Indonesia yang sangat ingin aku kunjungi.

Entah sejak kapan, aku ingin menginjakkan kaki dan menerlusuri budaya dan mendalami karakter orang-orang yang ada di Tanah Rencong itu. Tapi, coba aku mereka-reka, sepertinya kesukaanku membaca buku sejarah ketika sekolah. Tidak hanya itu, kemudian ditambah baca cerita pendek (kalau tidak keliru) tentang gadis kecil "Moethia" milik Asma Nadia yang membuatku tertarik ingin pergi ke sana. Semoga diijabah oleh Allah Subhanahuwata`ala melalui program pemerintah "Menyapa Negeriku" tahun ini. Aamiin insyaallah

Sejarah mengatakan selain Kutai Kartanegara, Aceh merupakan tempat penyebaran Islam pertama di Indonesia. Maka dari itu, aku yang merupakan seorang muslim ingin sekali ke sana dan mengenal orang-orangnya. Juga, ingin mengenal kuliner di sana, seperti kopi khas Aceh yang melegenda.

Saking ingin ke Aceh, aku hubungi temanku yang menjalankan pengabdian Sarjana Mengajar Daerah Terdepan, Terdalam, dan Tertinggal (SM3T) di Aceh. Dari penuturan temanku itu, di sana menakjubkan. Meskipun sarana dan prasarana yang kurang memadai (seperti di daerah 3T kebanyakan), namun orang-orang di sana ramah-ramah dan sangat menghormati guru.

Selain itu, yang membuatku sedih, ada juga siswa yang bolos sekolah karena membantu Bapak dan Ibu bekerja di ladang. Waaa ironi sekali bukan? Kebanyakan anak sekolah di kota besar pada milih bolos sekolah karena nonton konser atau mogok sekolah karena tidak dibelikan gawai baru. Sedangkan di daerah 3T, anak sekolah bolos karena membantu ibu.

Tapi, aku sangat bangga dengan anak sekolah di daerah 3T dengan kepolosan mereka, aku harap mereka kelak menjadi pemimpin bangsa yang tidak hanya mengedepankan akal semata, tapi juga hati nurani yang menuntun jalan mereka. Salah satu agar iru terwujud adalah dengan adanya seorang yang digugu dan ditiru, seorang guru inspiratif yang mendidik dengan hati. Aamiin insyaallah 

Sampai jumpa Aceh, semoga aku bisa menyapa saudara-saudaraku  melalui "Menyapa Negeriku". Semoga di pengumuman "Menyapa Negeriku" nanti aku adalah salah satu yang berkesempatan menyapa saudara sebangsa dan setanah air Indonesia di Aceh sana. Aamiin insyaallah

Semarang. 18 November 2015

Saturday, October 24, 2015

Kamu Mahasiswa Unnes? Coba Tebak, Berapa Ongkos Naik Angkot Unnes-Simpang Lima?

Perjalanan Simpang Lima Semarang
sumber foto klik di sini
Apa yang kamu lakukan jika sedang penat? Jika aku ditanya demikian, akan kujawab: selain membaca (cerpen, novel, atau apa saja yang menarik untuk aku baca-kadang baca status FB orang juga), aku akan keluar kamar dan pergi ke tempat yang menarik. Misalnya saja, pada hari Rabu yang panas kemarin memutuskan untuk membeli buku di toko buku daerah Simpang Lima.

Pergi ke toko buku menjadi hal yang menarik bagiku, karena di sana aku bisa membaca buku-buku baru secara gratis. hehe Tidak hanya pergi ke tempat menarik, ketika penat melanda aku akan mencoba hal-hal yang belum pernah aku lakukan. Misalnya saja, aku mahasiswa yang diberi fasilitas motor oleh orang tua terbiasa bepergian naik motor, namun mencoba pergi ke toko buku di daerah Simpang Lima naik moda transportasi umum yang ternyata asyik juga.

Ini terbilang hal menarik bagiku, karena enam setengah tahun di Semarang (jadi kuberitahu kalau aku adalah mahasiswa tua di Universitas Negeri Semarang-Unnes), belum pernah sekalipun pergi-pulang Unnes-Simpang Lima menggunakan moda tarnsportasi umum seperti angkot . Maka pada hari merindu hujan di pekan terakhir Oktober ini (sudah tidak sedikit sumur telah kering di daerah Unnes yang notabene daerah resapan air di Semarang lho) kuberjalan 200 meter dari kos menuju jalan raya, kemudian berdiri di pinggir jalan, menunggu moda transportasi bukan taksi, apalagi jemputan "doi", tapi Bapak Supir Angkot sedang kunanti.

Perjalanan naik angkot dimulai. Pak Sopir  menjalankan angkot berwarna hijau dan kuning tua itu pelan. Dalam angkot ada  ibu-ibu di sampingku, juga seorang ibu penjual  memegangi setumpuk aneka kudapan yang mau ia jajakan duduk di depanku, bapak-bapak dengan seorang anak kira-kira berusia 5 tahun, dan seorang pria remaja duduk manis di sebelah sopir. 

Setelah berjalan beberapa menit, Pak Sopir menengok ke setiap gang yang ada di Sekaran-Banaran, siapa tahu ada calon penumpang yang menunggu. Pak Sopir tidak perlu tergesa-gera menancapkan gas karena angkotnya belum penuh. Kejar setoran istilahnya. Tidak dipungkiri, penumpang angkot kian menyusut dibandingkan dengan pengguna motor yang kian naik. Hal itu mempengarui pendapatannya sebagai supir angkot.

"Kalau begini, ini angkot mau jam berapa nyampe tempat tujuan?" tanyaku dalam hati.

Aku yang buta peta alur trayek angkot bertanya dengan ibu yang duduk di sebelahku. Tenyata hanya cukup dua kali naik angkot aku bisa sampai di Simpang Lima.

"Iki mudun neng Jembatan wesi. Terus numpak angkot meneh. Melu aku wae Mbak, aku arep neng Johar. Engko nglewati Simpang Lima," saran seorang ibu yang mau belanja ke Pasar yang beberapa bulan lalu kebakaran itu.
Sumber foto klik di sini
Jarak dan Waktu Tempuh Unnes-Simpang Lima

Kutanggukkan kepala tanda setuju saran ibu tadi. Sementara angkot masih berjalan pelan. Dari awal, aku memang sudah menaruh prasangka buruk dengan angkot. Angkot yang lamban, angkot yang panas, angkot yang suka berhenti mendadak. Namun, ternyata.... Jam menunjukkan pukul 9.30 sampai di Jembatan Besi. Ternyata, hanya butuh waktu 20 menit saja dari gang kosku (Patemon) sampai jembatan besi (itu juga sudah ditambah waktu sedikit tersendat karena perbaikan jalan di Trangkil).

Setelah sampai Jembatan Besi, angkot selanjutnya aku tumpangi. Angkot ngetem sebentar, kemudian melaju menuju Simpang Lima. Aku melewati Jalan Kaligarang, Karyadi, kemudian Kyai Saleh, Pandanaran, dan sampailah di tempat tujuan Simpang Lima. Dan yang mengejutkan, dari jembatan besi hanya butuh kurang lebih 30 menit saja, aku sudah sampai di Simpang Lima.

Jadi, total perjalananku dari Patemon (Unnes) sampai Simpang Lima kurang lebih hanya menempuh waktu kurang lebih 55 menit. Menurutku waktu tempuh ini tidak terlalu jauh selisihnya dengan ketika aku mengendarai motor menuju Simpang Lima. Melewati Gajah Mungkur, waktu tempuh kurang lebih 35 menit. Selisih 20 menit tidak menjadi masalah bagiku karena di dalam angkot, aku bisa bertemu dan berbincang dengan orang baru.

Lalu, berapa ongkos  dari Unnes menuju ke Simpang Lima? Tidak banyak. Tenang saja, insyaallah tidak membuat kantong kita kering. Ongkos dari Patemon sampai Jembatan Besi Rp 4000 sedangkan Jembatan Besi-Simpang Lima juga Rp 4000. Begitu juga sebaliknya, jadi pergi-pulang Unnes-Simpang Lima membutuhkan ongkos jalan Rp 16.000.

Coba kita bandingkan dengan ongkos jalan Unnes-Simpang Lima menggunakan sepeda motor. Pergi-pulang Unnes-Simpang Lima kita memang hanya perlu satu kali mengisi bensin di Pom Bensin minimal Rp 10.000 (kecuali kalau ngecer literan bisa lebih murah). Namun, tidak hanya uang bensin, kita juga perlu bayar parkir Rp 2000. Belum lagi kalau kita berlama-lama di sana. Tambah biaya parkir per jam misal yang harusnya Rp 2000 tapi karena berlama-lama di kawasan Simpang Lima (baik ke toko buku atau pusat perbelanjaan lainnya) ongkos jasa parkir jadi Rp 3000/sekali parkir. Jadi, selisih ongkos naik angkot dengan naik sepeda kira-kira Rp 7000.

Menurutku ada sisi baik dan tidak di antara keduanya. Setidaknya aku sudah mencoba naik angkot. Ternyata seru juga. Salah satu serunya adalah jalan kaki di sekitar kawasan Simpang Lima dari tempat satu ke tempat yang lainnya. Terasa seperti turis asing di negara sendiri begitu (terasa asing dalam arti sebenarnya sih, karena jarang ketemu orang jalan kaki di trotoar apalagi panas-panasan). Nah, cuaca panas seperti pada musim kemarau dan El-Nino panjang seperti ini, aku pikir perlu bawa payung untuk melindungi diriku dari sinar UV (Ultra Violet) saat jalan kali. Cara ini salah satunya aku adaptasi dari dosen bahasa Jepangku dan teman-teman warga negara asingku yang suka pakai payung di siang hari meski tidak hujan.

Payung pun aku pakai sambil berdiri di trotoar menunggu angkot datang. Namun, bukan terlindungi dari panas, tapi angin yang cukup kencang berhembus membuat payungku terlipat ke belakang. hehehe Cepat-cepat aku perbaiki dan melipat payung tadi. hehe 

Begitulah celoteh tentang perjalanan tunggal (alone trip) yang aku bagi untuk kamu. Sila pilih mana untuk berjalan-jalan ria ke Simpang Lima. Yang penting apapun moda transportasi yang kamu gunakan untuk melakukan perjalanan, selalu ingat ketenangan jiwa bermula dari kesyukuran. Selamat jalan-jalan!

Wednesday, October 21, 2015

Disiplin Waktu Seperti Orang Jepang? Tentu Saja Bisa!

sumber: google.com

Ciri-ciri waktu antara lain tidak bisa disewa, dipinjam, atau dibeli. Waktu juga tidak bisa berubah, tidak bisa dikumpulkan, jua tidak ada penggantinya. Orang sering mengatakan bahwa waktu itu terus membabat habis kesempatan di dalam hidup kita tanpa tersisa. Tahu-tahu kita terkena dampak besar ketika sudah berlalu dengan cepatnya. Apakah itu yang kita inginkan di dalam hidup kita yang amat singkat seperti ‘numpang minum’ ini?

Tentu saja tidak, kita harus disiplin mengenai manajemen waktu lho. Tapi sebelum dapat mengaturnya dengan baik, kita juga harus tahu siapa sajakah ‘perampok waktu’ itu.
1.Penundaan
2.Telepon
3.Televisi
4.Tamu tidak diundang
5.Pertemuan
6.Kurangnya pengelolaan rencana harian
7.Melakukan sesuatu secara emosional
8.Tidak bisa mengatakan tidak
9.Kebiasaan hidup yang tidak baik

Nah, bagaimana teman-teman? Sudah bisakah kita menghitung waktu yang telah terbuang percuma di hidup ini tanpa bisa memanfaatkannya? Duh, awalnya hanya bisa elus dada nih, hihi.
Yang harus kita lakukan selanjutnya adalah mengoptimalkan segala kegiatan kita dengan ‘diberi porsi’ yang tepat. Tentu yang saya angkat di sini adalah mengenai kedisiplinan orang Jepang yang sangat menghargai waktu. Contoh sederhananya terlihat jelas pada ketepatan waktu kereta Jepang berangkat. Meskipun belum saya buktikan secara langsung dengan pergi ke Jepang, namun melalui video Japan's Trains- Always on Time! 時刻表通(じこくひょうどお)りに来(く)る日本(にほん)の電車(でんしゃ) (jikokuhyoudoori ni kuru nihon no densha) 1OMOTENASHI, sang pengamat bernama Steve memaparkan bahwa Tokyo yang notabene kota metropolitan yang sibuk namun kereta dan bus di kota itu selalu datang tepat waktu sesuai jadwal keberangkatan. Bahkan shinkansen atau kereta peluru yang terkenal paling cepat di Jepang pun datang tepat dalam 0,1 menit atau 6 detik dari waktu yang telah dijadwalkan. Selain cepat, keamanannya pun juga terjamin. Karena pengaruh dari budaya pula, mereka dengan setia mengantri dengan rapi di belakang garis kuning –batas keamanan- sampai kereta datang di depan mereka. Tetapi ia menyayangkan bahwa di Amerika banyak transportasi yang pengoperasiannya tidak tepat waktu. Dan di Indonesia pun sama, bahkan bus terkesan ugal-ugalan saat menjelang pagi dan tengah malam karena mengejar waktu bukannya tepat waktu.  Memiliki sistem yang sangat hebat seperti ini adalah contoh dari omotenashi atau jantung keramah-tamahan Jepang. Menakjubkan bukan? Selain itu, orang Jepang juga terbiasa membawa techou atau buku catatan kecil ke manapun mereka pergi karena sangat penting untuk mencatat jadwal pertemuan atau aktivitas pribadi agar tidak lupa maupun terlambat datang ke kegiatan tersebut. Sangat efisien karena kita bisa mengatur dan mengoptimalkan dengan baik waktu kita dan tidak menyia-nyiakannya dengan kegiatan yang kurang bermanfaat.

Sebagai muslim pun kita juga punya ‘rambu-rambu’ dalam mengelola waktu kita dalam melakukan sebuah hal atau kegiatan. Dalam rangka memprioritaskan waktu sebagai amalan kita juga lho. Ini dia:
1.Jika wajib, harus dilaksanakan
2.Jika sunah, diupayakan
3.Jika mubah, lakukan yang paling bermanfaat
4.Jika makruh, lebih baik dihindari
5.Jika haram, tentu saja ditinggalkan

Sudah jelas kan teman-teman? Orang Jepang yang mayoritas bukan beragama Islam saja sudah bisa mengatur waktunya dengan baik apalagi kita yang alhamdulillah sudah Islam sejak lahir?^^

Saya harap ke depannya Indonesia mampu mencontoh budaya serta teknologi dari manapun yang baik untuk diterapkan di negeri tercinta ini. Tidak hanya itu, tapi juga dibungkus dengan karkater Islam yang baik demi kehidupan di akhirat kita kelak. Eits, pertanggung jawaban waktu yang kita habiskan di dunia juga bakal ditanyain lho nanti, hihi.

Yosh! Minna ganbatte kudasai! :D

* jikokuhyoudoori ni kuru nihon no densha: jadwal kedatangan kereta di Jepang

Monday, October 12, 2015

Menemukan Makanan Halal di Jepang? Mudah Kok

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Mu’minuuun 23:51)

Berdasarkan dalil di atas, tidak hanya rasul, pemeluk agama Islam juga harus melaksanakan kewajiban agama atau dalam bahasa Jepang disebut “Shuukyou tekina gimu” (宗教的な義務). Karenanya di manapun kita berada, sedang bertamasya atau melanjutkan pendidikan, kita harus memperhatikan betul kejelasan makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Sebab output itu tergantung pada input. Tapi jangan khawatir, jika sedang berada di Jepang dan ingin memuaskan perut dan lidah, aku akan share info tempat makanan halal di Jepang.^^

1. Hanasakaji-San
sumber: google.com
Terletak di bilangan Shibuya dan jaraknya sekitar 350 meter atau lima menit berjalan kaki dari Stasiun Shibuya. Restoran ini juga memasang label we serve halal food di pintu kaca. Memang tidak terdapat papan nama besar sehingga kita perlu jeli mencari nama restoran dalam huruf romawi di pintu kaca itu. Ragam menu halal yang ditawarkan cukup bervariasi. Sebagai pembuka, tiram segar yang diberi perasan jeruk lemon terasa sedap. Untuk makan beramai-ramai, satu set oden complete is great choice. Ada pula hidangan telur goreng atau tamagoyaki khas Jepang. Kemudian ada juga aneka gorengan hati dan daging ayam. Ramen halal dengan kuah merah yang tak terlalu pedas menjadi hidangan yang memuaskan lidah dan perut. Alamatnya di Sakura Building B1, 3-22, Sakuragaoka. Shibuya-ku, Tokyo. Telepon +81-3-3496-7777.

2. Sekai Café 
sumber: google.com

Café dengan menu makanan fushion ini berada di daerah Asakusa, dekat Senso-ji dan Kuil Asakusa. Dari kuil jaraknya sekitar 500 meter atau 10 menit berjalan kaki. Untuk kaum muslim, Sekai Café menyediakan daging selain babi dan alkohol. Vegetarian juga dapat menikmati makanan dari sayuran, bahkan gula yang digunakan di Café ini berasal dari tanaman. Beragam hidangan utama dengan harga ¥ 1000 disajikan di restoran tersebut. Mulai dari pizza, sayuran, salad, yakisoba, daging kambing hingga kare. Alamatnya di 1-18-8 Asakusa, Taito-ku, Tokyo. Telepon +81-3-6802-7300.

3. Gyumon
sumber: google.com
Tempat makan yakiniku halal ini cukup dekat dari Stasiun Shibuya yaitu sekitar 10 menit berjalan kaki dari sana. Letaknya di sebuah gang kecil samping sebuah gedung di perempatan besar. Karena itu, kedai yakiniku ini boleh dibilang cukup sulit ditemukan. Agat tidak tersesat, bisa menggunakan GPS lewat smartphone. Kedai kecil ini hanya memiiki dua meja dengan tempat duduk dan satu meja untuk duduk lesehan. Dengan kapasitas tempat duduk terbatas ini, di jam-jam makan terpaksa ada pelanggan yang harus menunggu pelanggan yang lebih dulu datang selesai makan. Paket menu yakiniku ini terdiri dari nasi, daging halal, sayuran, salad, dan minuman jus. Harganya lumayan mahal yaitu ¥ 4000 (lebih dari 400 ribu rupiah). Alamatnya di Chome-14-5 Shibuya, Shibuya-ku, Tokyo. Telepon +81-3-5469-2911.

4. Abankurest Itabashi Bulilding, 1-13-10, Itabashi, Itabashi-ku, Tokyo 173-0004. Telepon: 03-5943-5661. E-mail: baticromfood@yahoo.co.jp. Online shopping: http://baticrom.com.

5. Baharia (Erhan Candas) 2F, Hokuto Honsha Building, Yoyogi 2-14-3, Shibuya-ku, Tokyo 151-0053. Telepon: 03-3320-0340 (Closed on Thursday). E-mail: baharia@baharu.com. Online shopping: baharu.com.

6. Fuji Store/Halal Food Shop (Skumi & Widya). 2F, 2-9-15, Hyakunincho, Shinjuku-ku, Tokyo 169-0073. Telepon: 03-3366-8480.

Cukup sekian untuk info kali ini yang baru membahas restoran di sekitar Tokyo, insyaAllah jika penulis sudah mengunjungi Jepang pasti aku akan share lebih banyak dan lebih banyak lagi, doakan ya, hihi, aamiin. Semoga bermanfaat.

Sumber:
Rozabi, Izzur. 2014. Cahaya Allah di Negeri Sakura. Jogja: Diva Press.
Koran HaloJepang! Edisi Juli 2015/III.

Tuesday, October 6, 2015

Ow Ternyata Seperti Ini Kebiasaan Orang Jepang Agar Bisa Panjang Umur



Lihat kendaraaan kita, lihat juga alat-alat elektronik kita, perhatikan barang-barang tadi buatan negara mana? Kamu akan jawab buatan negara Tiongkok, Perancis, Jerman, Amerika, dan tidak ketinggalan atau kebanyakan dari kalian menjawab buatan Jepang. (Semoga Indonesia juga segera menyusul membuat barang otomotif dan elektronik buatan dalam negeri sendiri secara massal aamiin insyaallah)

Ya, negara Jepang terkenal dengan industrinya. Namun, jangan salah meskipun industri negara samurai ini maju, rakyat Jepang dikenal dengan panjang umur. Kok bisa? Iya, rata-rata rakyat Jepang suka dengan gaya hidup sehat dan alami. Seperti makan ikan, rumput laut, dan teh hijau. Ternyata, penelitian mengungkapkan makanan itu membuat rakyat Jepang lebih sehat dan terhindar penyakit berbahaya seperti kanker atau penyakit hati.

Masih menurut penelitian, rakyat Jepang memiliki harapan hidup hingga 84,19 tahun. Perempuan Jepang bisa hidup hingga rata-rata 86 tahun sedangkan laki-laki hingga 82 tahun. Bahkan yang aku ketahui, perempuan tertua di dunia yang masih hidup (berita ini yang terakhir aku baca) berasal dari Jepang. Perempuan itu bernama Misao Okawa, yang pada Maret nanti akan memasuki usia 117 tahun.

Sebagai negara industri, Jepang memiliki tingkat polusi udara cukup tinggi, mereka juga rentan terkena stres dan hobi merokok serta minum minuman keras. Lalu kenapa orang Jepang banyak yang panjang umur? Rahasianya ada pada diet mereka. Jika kamu ingin sehat sampai tua, maka tidak ada salahnya jika meniru cara makan orang Jepang yang akan kita ulas berikut ini.

1. Kontrol Makan
Orang-orang di wilayah Nanago dan Okinawa rata-rata memiliki harapan hidup paling tinggi di Jepang. Ternyata orang-orang di dua daerah ini memiliki prinsip; berhenti makan sebelum kenyang. Wah seperti sabda Nabi kita kan? Berhentilah makan sebelum kenyang.

2. Makan Perlahan
Para ahli percaya, dibutuhkan waktu 20 menit untuk otak mencerna sinyal bahwa seseorang sudah kenyang. Maka ketika orang makan terlalu cepat, tubuh tidak punya cukup waktu untuk mengirimkan sinyal kenyang ke otak. Sehingga kamu akan terus makan sampai habis dan mengonsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan.

3. Makan di Piring Kecil
Makanan Jepang umumnya disajikan dalam perangkat makan berukuran kecil, misalnya piring, mangkok serta gelas. Dengan cara ini, kamu akan mengonsumsi lebih sedikit kalori dan asupan makan lebih terkontrol. Namun, fakta di Indonesiai khususnya aku, tidak terbiasa makan dengan piring kecil bukan? Lha aku kan lebih sering makan pakai tangan. Kalau piring kecil cocok untuk makan pakai sumpit seperti di Jepang. Jadi bukan piringnya yang dikecilkan, tapi bagaimana untuk tidak mengambil nasi dan lauk kebanyakan. :)

4. Banyak Makan Sayuran
Selain berbagai jenis sayuran, orang Jepang juga suka makan biji-bijian. Mereka makan sayuran yang tumbuh di tanah maupun laut. Rumput laut merupakan salah satu tanaman yang banyak mereka konsumsi. Keunggulan dari tanaman laut adalah rendah kalori, tinggi serat dan kaya akan mineral. Rumput laut misalnya, mengandung banyak iodin, protein, vitamin A, C dan B12.

5. Makan Ikan
Bahkan seperti dikutip dari Health Me Up, rakyat Jepang rata-rata mengonsumsi ikan 80 hingga 100 gram per hari. Orang tua bilang, makan ikan biar pintar. Benar, karena kandungan Omega-3 pada ikan baik menjaga kesehatan otak. Tidak hanya itu, lemak tak jenuh ganda ini juga menjaga kesehatan jantung serta kecantikan kulit. Ikan juga mengandung DHA, EPA dan PUFA. Tiga nutrisi ini berkhasiat meningkatkan kemampuan kognitif, mengurangi risiko radang sendi, menjaga kesehatan mental, membantu perkembangan motorik pada anak dan mencegah berbagai penyakit seperti serangan jantung dan kanker. Jadi, makan ikan baik untuk kesehatan bukan?

6. Konsumsi Kedelai
Orang Jepang senang makan tofu (tahu), makan kudapan edamame dan banyak menggunakan soyu (bumbu terbuat dari fermentasi kedelai) dalam pembuatan masakannya. Jika dikonsumsi dalam jumlah cukup, kedelai merupakan sumber protein yang lebih sehat ketimbang daging merah karena hanya mengandung sedikit lemak jenuh. Asalkan tidak berlebihan, konsumsi makanan olahan kedelai membantu mencegah kanker payudara dan penyakit jantung.

7. Minum Teh Hijau
Ini salah satu kesukaanku (walaupun susah mencari teh hijau di sekitarku, kalau ada yang tahu di mana bisa dapat teh hijau tolong kasih tahu aku ya? Terima kasih) Orang Jepang punya kebiasaan minum teh hijau yang baik untuk kesehatan. Teh hijau memiliki banyak khasiat, terutama mencegah perkembangan sel kanker berkat kandungan antioksidan yang tinggi. Salah satu jenis antioksidan yang terkandung dalam teh hijau, polifenol, bisa melawan radikal bebas yang menyebabkan penuaan dini dan pembentukan sel tubuh abnormal.

Begitulah kebiasaan orang Jepang agar bisa umur panjang. Meskipun aku belum bisa melakukan semuanya, tapi apa yang dilakukan orang Jepang dalam hal menjaga kesehatan bisa ditiru sedikit demi sedikit. Selamat Mencoba....

Tulisan ini dinukil dari sapujagad.com dengan sedikit pengubahan.


Friday, October 2, 2015

Duhai Para (Calon) Suami...

Kata siapa menjadi ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan yang mulia? Duhai para (calon) suami, istri seperti apa yang kau dambakan? Kewajiban apa yang harus kau lakukan? Cukupkah hanya memberi nafkah? Sudahkah kau ucapkan terima kasih pada istrimu: terima kasih telah menjaga anak-anak kita. Terima kasih telah mempersiapkan kebutuhanku. Terima kasih telah bekerja keras mengurus rumah.

Kali ini akan aku tulis tentang sebuah buku yang bercerita tentang salah satu kehidupan keluarga berjudul Luka Cinta Andrea. True story. Kisah nyata sebuah kasus psikologi ekstrem ibu yg membunuh kelima anaknya.

Andrea Yates membunuh kelima orang anaknya, Noah (7 tahun), John (5 tahun), Paul (3 tahun), Luke (2 tahun), dan Mary (6 bulan) dengan cara menenggelamkan di bath tub. Na`udzubillah

Ada banyak faktor yang menyebabkan Andrea melakukan hal tersebut. Disini saya hanya ingin menyoroti peran suami Andrea dalam keluarga.

Rusty, suami Andrea seorang workaholik. Sangat sibuk dengan pekerjaannya, dan jarang membantu pekerjaan rumah tangga. Keluarga mereka tidak memiliki pembantu, sehingga Andrea merawat anak-anaknya dan melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendirian.

Andrea dan Rusty sepakat ingin memiliki anak lebih dari dua. Mereka memiliki lima orang anak. Dan Andrea mengalami sindrom baby blues. 90% wanita yang melahirkan mengalami baby blues syndrome tapi hanya di bawah 10% yang sadar mengalami sindrom tersebut.

Melahirkan, bagi banyak ibu, adalah proses yang traumatik. Belum lagi saat-saat mengasuh bayi baru lahir, sungguh menguras fisik dan emosi. Para ahli berpendapat bahwa sindrom baby blues adalah penyakit yang dianggap wajar, tetapi bila diabaikan begitu saja, tak sederhana dampaknya, mampu merenggut naluri keibuan. Baby blues ini dipengaruhi oleh perubahan hormon estrogen di dalam tubuh seorang ibu, yang meningkat usai melahirkan. Untuk menghindari dampak buruk sindrom baby blues adalah perlunya pendampingan terhadap ibu baru melahirkan oleh suami atau keluarga dekatnya.

Andrea mengalami sindrom baby blues. Ia memiliki perasaan membenci bayi yang baru dilahirkannya, karena kondisi trauma saat melahirkan dan pengalaman awal mengasuh bayi. Selanjutnya tekanan yang dialami Andrea semakin besar dengan kelahiran anak berikutnya. Mengasuh bayi yang baru lahir dan juga ke 4 anak balitanya. Itu semua ia lakukan sendirian.

Tekanan yang dihadapi seorang ibu rumah tangga menurut saya lebih besar dibandingkan tekanan di dunia pekerjaan. Ada banyak hal yang tidak bisa kita prediksi ketika mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan yang sepertinya tidak kunjung selesai.

Seorang sahabat Andrea berkata, "Andrea benar-benar kesepian. Dialah yang bertanggung jawab atas semua anak-anaknya dan hanya dia sendiri yang mengurusi mereka. Anda bisa saja membelikan rumah untuk seseorang, tapi jika anda tidak bisa mengisi rumah itu dengan cinta, semuanya hanya akan menjadi kuburan. Sayang, sungguh hanya akan jadi kuburan..."

Sesungguhnya banyak Andrea lain di sekeliling kita. Banyak sosok Rusty di sekeliling kita. Suami yang jarang di rumah, suami yang jarang mau mendengarkan cerita remeh-temeh istrinya, suami yang jarang membantu pekerjaan rumah tangga, suami yang mendekati hanya untuk pemenuhan hasratnya saja dan jarang menyapa relung hati terdalam istrinya.

Ya, anak laki-laki ternyata sejak kecil memang tidak disiapkan untuk menjadi kepala keluarga yang baik, ada kesalahan pola asuh anak laki-laki yang dilakukan orangtua.

Menurut Psikolog Rose Mini, laki-laki yang kurang menghargai perempuan atau pelaku kekerasan umumnya didasari oleh pendidikan atau asuhan orangtua yang kurang baik saat ia kecil. Seharusnya orangtua lebih fokus membentuk anak laki-laki yang bertanggung jawab, peduli, dan penuh kasih sayang. Namun, yang terjadi di masyarakat, metode pengasuhan seperti itu jarang diajarkan orangtua.

Mungkin saya terlalu menyederhanakan kasus Andrea, tapi saya melihat suami memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mental istrinya. Perhatian dari suami, pujian dari suami dan mau berbagi mengerjakan pekerjaan rumah tangga dapat melenyapkan lelah dan penat seharian berkutat di rumah.

Duhai para suami,

Luangkanlah waktumu sejenak untuk mendengar keluh kesah istrimu. Sesungguhnya ia hanya ingin didengarkan.

Luangkanlah waktumu sejenak untuk sekedar membantu istrimu. Membantu membilas piring kotor, menjaga anak, dsb sungguh dapat membuat cinta istri bertambah berlipat-lipat. Cobalah tengok istrimu, kecup keningnya. Ucapkan terima kasih yang tulus padanya.

"Terima kasih, istriku tercinta...."

Disadur dari Facebook Britania Sari dengan sedikit perubahan

Monday, September 14, 2015

Empat Puluh Menit di Kelas "Ternakal"

pendidikberpena.wordpress.com
Bobbi De Porter dalam bukunya Quantum Teaching, menyampaikan kepada semua guru bahwa pada saat mulai masuk kelas dan mengajar, mereka harus menganggap semua siswanya cerdas dan punya kemampuan tinggi. Anggapan itu divisualisasikan seperti ada bintang dengan angka 10 (sepuluh) di dahi setiap anak. Ini penting, sebab guru harus yakin bahwa setiap siswa punya niat yang baik untuk belajar.

Ada sebuah kisah dari Munif Chatib seorang Konsultan Pendidikan dan Penulis Buku Best Seller “Sekolahnya Manusia” dan “Gurunya Manusia” saat diundang menjadi pelatih mengajar Multiple Intelligences di sebuah sekolah. Sempat dua tahun lalu  ketika aku meliput kegiatan untuk majalah kampus di Sekolah Qairiyyah Thayyibah di Salatiga (salah satu sekolah yang menarik bagiku). Pertemuanku dengan pendidik inspiratif lulusan Fakultas Hukum itu menyadarkanku bahwa setiap anak adalah juara. Iya, setiap anak ada angka 10 (sepuluh) di atas kepala.  Berikut kisah dalam buku Gurunya Manusia karya Munif Chatib tersebut:

Tepat pukul 08.00, saya sudah berada di sekolah. Setibanya di sekolah, saya ditemani kepala sekolah dan terus mendapatkan informasi mengerikan tentang kondisi siswa di kelas tersebut. Saya cuma bisa menelan ludah, membayangkan harus mengajar dengan tema menghormati guru di kelas yang semua siswanya paling tidak mau menghormati guru.

Setelah menaiki tangga lantai dua, akhirnya saya tepat berdiri di depan pintu kelas “panas” tersebut. Dengan mengucapkan bismillah, saya masuk kelas sembari membuang semua gambaran negatif tentang siswa di kelas itu. Saya membayangkan: semua siswanya baik dan dapat diajak kerja sama; tidak ada siswa yang nakal dan kurang ajar, serta semua siswa tersebut pasti akan mau menjadi sahabat saya; mereka dengan rela mau mengikuti pelajaran, sehingga target materi tuntas. Saya melakukan positive thinking di depan kelas tersebut.

Dan benar, di depan kelas, saya menatap wajah mereka satu per satu. Luar biasa, saya melihat wajah-wajah siswa yang haus akan ilmu pengetahuan. Wajah-wajah yang haus sentuhan pengajaran manusiawi. Saya memperkenalkan diri dan meminta semua siswa juga memperkenalkan diri masing-masing.
www.kemendikbud.go.id
“Saya ingin, kalian tidak hanya sekadar menyebutkan nama, tapi juga teriakan satu kata profesi yang kalian inginkan kelak. Ayo teriakan sebuah profesi, meskipun itu hanya ada di alam mimpi, jangan malu!” ajak saya dengan antusias.

Lalu, satu per satu mereka berdiri, menyebutkan nama dan profesi.

“Saya Nasyirudin, ingin jadi pembalap motor cross.”

Wow, alhamdulilah! Saat itu, saya merasa di menit-menit awal sudah berhasil mengambil hati,anak-anak “unik” ini. Akhirnya tidak ada satu pun siswa yang diam.Satu hal yang penting, anak-anak yang dikatakan “nakal” ini ternyata punya mimpi dan punya harapan, berarti mereka punya motivasi untuk belajar.

Lalu, saya melakukan pre-teach, dengan mengatakan: “Adik-adik, tiga puluh menit ke depan, kita akan berdiskusi. Untuk itu, saya membutuhkan seorang notulis dan moderator. Kalian akan dibagi menjadi empat kelompok, terserah terbagi atas dasar apa, pokoknya ada unsur persamaannya. Saya sendiri sebagai moderator, sedangkan untuk notulis, saya minta salah satu dari kalian.”

Langsung Nasrudin angkat tangan, dia siap menjadi notulis. Saya meminta seisi kelas memberi tepuk tangan kepada Nasyirudin.

Seketika kelas menjadi ribut dan, suhanallah tepat sepuluh detik mereka sudah terbagi menjadi empat kelompok dengan empat nama yang mereka buat sendiri.


http://bismacenter.ning.com/
Selanjutnya saya menyuruh mereka membuka halamn kosong di buku tulis masing-masing. Lalu, saya meminta mereka menuliskan satu nama guru mereka, yang selama ini dianggap negatif: guru tersebut tidak menyenangkan, sering menyakiti hati, atau hal lain, pokoknya negatif. 

“Tulis satu nama guru kalian tepat di tengah kertas. Lalu, di sampingnya beri tanda tanya besar, kemudian tutup buku kalian. Nanti, di akhir pelajaran, kita akan buka kembali,” kata saya.

Mereka berpikir sejenak. Ada yang tersenyum, saling menoleh kepada temannya. Ada yang geleng-geleng kepala. Saya merasakan ada penghalang dan saya tahu itu. Mereka tidak enak kepada guru mereka yang sedang duduk di belakang kelas.

“Adik-adik, jika guru tersebut ada di belakang kita, tidak apa-apa. Tulis saja, lalu tutup. Tidak pernah ada yang tahu.”

Rupanya, kata-kata saya menjadi penenang bagi para siswa. Tak lama kemudian mereka menuliskan nama guru di kertas masing-masing. Saya mulai berdiskusi dengan melemparkan sebuah masalah. Apa penyebab kebanyakan siswa yang tidak suka kepada guru sehingga mereka tidak menghormati guru? Luar biasa, tidak sampai lima menit setiap kelompok mendapatkan jawabannya.

“Yang membuat guru tidak menyenangkan adalah sering memerintahkan untuk mencatat terus sampai tangan saya capai.”

“Sering marah tanpa sebab!”

“Tidak boleh ke toilet.”

“Cerewet.”

“Sering memberi tugas berat!”

“Kalau siswa berkelahi, malah diadukan.”

Kelas tersebut menjadi ajang curahan hati para siswa. Untuk mencarikan suasana yang tegang, saya menyuruh siswa bertepuk tangan. Kemudian saya menantang mereka dengan masalah kedua.

 “Coba diskusikan lagi, apa yag kalian usulkan kepada guru agar masalah pertama tidak muncul?”

“Mestinya kami lebih banyak diperhatikan guru.”

“Mestinya kami sering diajak bicara oleh guru.”

“Mestinya guru lebih percaya pada kami. Tanpa mencatat berlembar-lembar kami mau belajar.”

Dan klimaksnya, terlontar pertanyaan: “Mestinya kami disamakan dengan anak yang lain. Tidak dicap nakal.”

Saya langsung meminta mereka serius dalam menjawab pertanyaan pamungkas:: ”Jika keinginan kalian dipenuhi, apakah di kelas ini akan terjadi keadaan yang harmonis? Kalian mau dengan rela dan ikhlas memandang guru kalian seperti orangtua kalian yang layak dihormati?”

Serempak mereka menjawab: “Mau!” dan mengangguk.

Saya meminta mereka membuka kembali kertas yang berisi nama guru tidak disukai yang telah ditulis di awal belajar.

“Coba adik-adik bayangkan wajah guru yang namanya kalian tulis. Apakah benar mereka cerewet? Apakah benar mereka galak? Apa benar? Coba jawab dengan hati nurani kalian. Kalian tahu, merekalah yang menyelamatkan dunia dan akhirat kalian. Merekalah yang berusaha agar cita-cita kalian terwujud. Apakah pantas kalian katakan mereka tidak menyenangkan? Ayo, bagi yang merasa masih punya hati, silahkan berdiri,bangkit, temui guru yang kalian tulis namanya tersebut. Ucapkan permohonan maaaf yang benar-benar dari hati. Kapan lagi kalau tidak sekarang? Ayo, berdiri, cari guru kalian!”

Selanjutnya, ada air mata yang mengucur antara guru dan siswa. Alhamdulillah, saya berhasil menutup empat puluh menit mengajar dengan cantik. Siswa memahami pengertian tentang sikap menghormati. Dan bagaimana guru bersikap tulus kepada siswa. Sadar bahwa setiap anak adalah juara. My teacher you are my inspiration!

*Sumber: Kisah Inspiratif dalam Buku “Gurunya Manusia” Karya Munif Chatib berjudul “Empat Puluh Menit di Kelas Ternakal” dengan perubahan

Thursday, September 10, 2015

Guru yang Baik dan Reformasi Sistem Belajar di Kelas

Kompasiana


Tulisan ini aku simpan dalam catatan facebook-ku empat tahun lalu. Tulisan oleh Irma Yulianti ini aku baca kembali dan menurutku masih menarik untuk dipahami lagi. Meskipun belum mendapatkan gelar S.pd, aku percaya kita bisa menjadi guru di mana saja. Ya, meskipun aku masih menjadi guru bagi diriku sendiri, setidaknya tulisan di bawah ini menginspirasi. Untuk kamu calon guru atau memang sudah menjadi guru (pendidik), selamat membaca dan memahami.

                                                                                 ***
“The mediocre teacher tells,The good teacher explains,The superior teacher demonstrates,THE GREAT TEACHER INSPIRES“
- William Arthur Ward –

Semasa sekolah, tentu kita pernah diajarkan tentang semboyan Ki Hajar Dewantara bukan? Mungkin dari sebagian dari kita pun sudah lupa semboyan tersebut atau ada pula yang masih ingat semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita. Ketiga semboyan ini, mengambarkan bahwa guru atau pendidik diasosiasikan sebagai orang yang memiliki tugas mulia mengabdi kepada bangsa dalam mencerdaskan masyarakat.

Dalam dunia pendidikan, seorang guru mempunyai peranan penting dalam suatu negara. Di Indonesia sendiri guru dikenal dengan julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu pula profesi guru mendapat perhatian lebih yaitu dengan dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang profesi keguruan. ‘Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif yang berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya. Peraturan yang dibuat pemerintah ini bukan tanpa alasan. Pemerintah dengan kebijakan mengenai guru bertujuan untuk memperbaiki kualitas guru karena selama ini kualitas guru dipandang masih rendah.

‘Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)-Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia. Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Daya saing Indonesia menurut Wordl Economic Forum, 2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat daya saing sesama negara ASEAN seperti Malaysia yang berada di urutan ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7. Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar’. [1]
Dokumentasi PPL SMA N 10 Semarang 2013
Kita semua sepakat bahwa kualitas guru sangat menentukan mutu pendidikan kita. Tanpa guru yang profesional dan berkualitas dalam mengajar sulit untuk mencapai mutu pendidikan yang baik. Guru yang berkualiatas adalah guru yang dalam gaya mengajarnya di kelas dapat diterima dan dipahami oleh para siswa ketika menyampaikan pelajaran. Tentu kondisi pembelajaran di kelas akan efektif dan kondusif bagi para siswa. Hal ini akan memberikan efek secara tidak langsung akan mempengaruhi motivasi dan prestasi belajar para siswa.
Guru yang Baik
Guru merupakan sosok yang memiliki peran penting mencerdaskam anak bangsa. Dengan demikian untuk dapat mencerdaskan anak-anak bangsa, guru harus memiliki kualitas dalam ranah pembelajaran di kelas. Guru yang baik adalah guru yang tidak sekedar profesional dalam mengajar tetapi juga memiliki karakter positif yang patut menjadi teladan bagi siswa-siswanya. Karakteristik the good teachers di antaranya yaitu:

# Is fair and has good discipline
Seyogyanya guru memiliki disiplin dalam segala hal. Sebelum guru menuntut para siswanya untuk disiplin, sang gurulah yang terlebih dahulu memiliki sikap disiplin dalam dirinya.

# Has a good sense of humour/ smile
selalu menebar senyum kepada setiap siswa. Supaya guru dapat disenangi dan disukai oleh para siswanya sehingga akan membuat para siswa senang untuk belajar.

# Is intelligent/knows the subject
Seorang guru harus memiliki kecerdasan intelektual dalam mengajar di kelas. Dengan kecerdasan intelektual guru dalam mengajar, para siswa mendapat sumber pengetahuan dari guru. Dalam hal ini istilahnya biasa kita sebut dengan “ Transfer of Knowledge”. Namun, perlu diketahui pula bahwa kecerdasan intelektual tidak serta merta berdiri tunggal. Artinya harus diimbangi dengan kecerdasan moral.

Jika kecerdasan intelektual tidak diiringi dengan kecerdasan moral maka akan menghasilkan output siswa yang lebih mementingkan aspek kuantitas atau mementingkan keberhasilan ketimbang proses atau kualitasnya.

Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus plagiarisme (menjiplak karya tulis ilmiah milik orang lain) dan korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
# Set a good example
Menjadi contoh yang baik bagi para siswanya. Memberikan contoh suri teladan karena bagaimana pun juga guru adalah seorang yang mengemban misi menjadikan para siswanya kelak menjadi generasi muda yang menjunjung tinggi aspek moral dan berkarakter.

# Always helps people having difficulties
Seorang guru harus peka terhadap setiap permasalahan para siswanya di kelas. Kerap kali siswa mengalami hambatan dan kesulitan dalam proses belajar dan hambatan dalam memahami serta menangkap pelajaran. Untuk itu guru harus memiliki kepekaan terhadap siswa yang mengalami hal tersebut dan selalu bersedia membantu mereka yang mengalami kesulitan belajar.

Dokumentasi Penelitian di kelas oleh saudara kembarku di SMA 6 Semarang
# Gives incentives, reward or house points says “well done”
Memberikan insentif berupa penghargaan ataupun sekedar mengatakan “kamu melakukan tugas dengan baik” kepada siswanya. Hal ini akan membuat siswa merasa bersemangat dan termotivasi untuk belajar dan berprestasi di kelas.

# Is kind/patient
Sebagai seorang pendidik hendaknya memiliki sikap ramah terhadap setiap siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Agar tercipta suasana belajar para siswa menjadi santai dan menyenangkan serta tidak tertekan selama belajar di kelas.

# Understands/respects everyone as an individual
Selalu mengerti, memahami, dan dan selalu peduli terhadap perkembangan belajar setiap siswa. Memberikan dorongan kepada semua siswa untuk terus belajar dan berprestasi.

# Doesn.t give up/ believes in everyone
Guru juga harus memberikan suatu dukungan kepada setiap siswa ketika menghadapi suatu hambatan dalam belajar dan selalu percaya kepada setiap siswa bahwa mereka adalah murid-murid yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan maju.

Menata Reformasi Sistem Pembelajaran di Kelas

merdeka.com
Guru yang baik dengan karakteristik yang sudah dijelaskan di atas tidaklah cukup dengan berdiri tunggal untuk dapat menciptakan suasana iklim belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi para siswa. Namun, sebaiknya dipadukan dengan suatu upaya mereformasi sistem pembelajaran di kelas. Tujuannya untuk mengubah gaya pembelajaran di kelas yang dianggap kurang menarik para siswa seperti gaya mengajar guru yang monoton dan hanya ceramah sehingga membuat siswa cepat bosan dan tidak bersemangat untuk belajar di kelas.

Menurut penulis, yang dapat menentukan keberhasilan guru dalam meningkatkan belajar dan prestasi siswa di kelas yaitu, kualitas pola pembelajaran guru. Kualitas yang bersinergi dengan ruang kebebasan bagi para peserta didik untuk melakukan kreativitas dan menciptakan inovasi-inovasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Disini guru tidak lagi pilih kasih terhadap anak-anak yang pintar dan anak yang kurang pintar. Betapa ironisnya jika sang guru di zaman sekarang ini masih saja berbuat pilih kasih dan tidak memberi perhatian secara merata kepada siswa-siswanya. Itu namanya bukan mencerminkan sifat guru sejati. Malah ia telah mendeskreditkan dan mengesampingkan hak asasi siswa untuk mendapatkan pelayanan pengajaran yang adil. Guru yang seperti itu tidak layak disebut sebagai guru, apalagi guru bangsa. Hanya berselimut gelar sebagai pahlawan ‘pencerdasan bangsa’ tetapi tindakan dan hasil pengajarannya berselimut ‘kejahatan semu’ terhadap perkembangan belajar siswa.

Para pendidik atau guru pun tak luput dari sorotan dan keterlibatan dalam ketertindasan pendidikan yang mengekang kebebasan kreativitas dan daya inovatif para siswa. Betapa tidak, kebanyakan gaya mengajar para pendidik di Indonesia khususnya sekolah formal tanpa disadari telah melahirkan budaya”silent” bagi para siswa. Mengapa dapat dikatakan seperti itu? Karena para pendidik menerapkan gaya mengajar klasikal, monoton, membosankan, dan berpusat pada guru. Memandang gurulah yang paling tahu dan pintar dalam pembelajaran. Tidak hanya itu culture domination pun kerap kali mewarnai proses kegiatan belajar mengajar di kelas oleh para pendidik. Para pendidik tersebut dianggap telah gagal menjalankan fungsinya sebagai guru yaitu mendidik para siswanya. Setiap siswa memang memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda serta gaya belajarnya yang berbeda-beda pada masing-masing anak. Untuk itulah disini sang guru harus dituntut mempunyai keahlian dalam mengahadapi para murid. Yaitu keahlian untuk dapat mereformasi sistem pembelajaran di kelas ke arah yang lebih baik.

Sudah saatnyalah kini guru-guru Indonesia untuk terus berpacu memperbaiki mutu kualitas SDM dalam mengajar dan menata sistem pembelajarannya di kelas. Melaksanakan dan menanamkan semboyan yang telah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu pertama, ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Dari depan seorang guru harus memberikan suri teladan dan contoh yang baik kepada peserta didiknya melalui perilaku dan tindakannya selama kegiatan belajar mengajar di kelas.

Kedua, Ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide). Disini guru harus dapat menciptakan inovasi-inovasi dan ide baru dalam mengajar sehingga dengan inovasi tersebut dapat memacu dan meningkatkan mutu dan prestasi siswa.

Ketiga, Tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan). Guru dituntut harus dapat memberikan dorongan apabila ada siswa yang memerlukannya. Guru harus memiliki kepekaan terhadap siswanya yang mengalami masalah dalam pembelajarannya. Kemudian selain mendorong meningkatkan motivasi belajar siswa guru juga diharapkan dapat memberikan arahan. Mengarahkan siswa-siswanya tanpa pilih kasih dalam kegiatan belajar mengajar sehingga terjadi harmonisasi di antara semua peserta didik. Tidak ada yang merasa terdiskriminasi, tidak ada yang lebih dominan, dan tidak ada yang direndahkan ataupun merasa ditinggikan. Dengan arahan yang bijak, semua siswa akan merasa mendapatkan porsi pelayanan pengajaran yang adil dan merata sesuai dengan kapasitas dan kemampuan mereka.

[1] http://www.psb psma.org/content/blog/sertifikasi-guru

Dinukil dari http://komunitaspendidikan.com/index.php/opini/the-good-teachers-dan-reformasi-sistem-pembelajaran-di-kelas/375

Sunday, September 6, 2015

Tertawa Bersama Siswa

Tim Jurnalistik SMP Islam Hidayatullah Semarang, Dokumen Pribadi

Dulu, tepatnya tiga tahun lalu, pada semester tujuh, ketika teman-temanku di kampus sedang sibuk Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)Universitas Negeri Semarang (Unnes) jadi guru di sekolah, aku masih sibuk dengan diriku sendiri. Sibuk kuliah dan di organisasi. Kala itu, aku benar-benar merasa belum yakin bisa menjadi seorang guru (seorang yang tidak hanya sebatas memberikan ilmu, tapi juga sebagai pembimbing siswa). Tidak hanya itu, aku sadar penyerapanku akan materi ajar juga belum mumpuni.

Namun, sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan, tepatnya Pendidikan Bahasa Jepang, mau tidak mau, belajar menjadi guru Mata Pelajaran Bahasa Jepang di sekolah aku jalani di tahun berikutnya. Dan nyatanya memang benar, ada tiga hal yang perlu dikuasai pendidik yaitu menguasai materi, pedagogik, dan juga sosial.

Dua kemampuan terakhir aku bisa menyesuaikan karena selain belajar di kelas, aku juga belajar bagai mana menghadapi orang dan mengelola kelas di tempat aku berorganisasi. Seperti yang aku katakan di awal, kekuranganku adalah aku belum menguasai materi ajar. Berbeda ketika aku menjadi guru Ekstra Kurikuler Jurnalistik di SMP Islam Hidayatullah selama tiga tahun, ketika itu aku paham materi (karena aku belajar Jurnalistik di organisasi Pers Mahasiswa). Namun, untuk PPL jadi guru Bahasa Jepang, aku perlu banyak belajar tentang Bahasa Jepang dasar (basic Japannese), karena aku tidak serius belajar ketika diajarkan sensei dulu (ini menjadi salah satu penyesalanku saat ini). Waktu yang ditunggu dengan cemas namun bercampur rasa senang datang juga. Meskipun dengan materi yang pas-pasan, aku pun menjalani PPL dengan senang hati (senang bertemu orang baru).

Akhirnya, aku ingat-ingat, aku coba melihat kembali kenangan menjadi guru PPL di SMA N 10 Semarang 2013 lalu. Aku yakin betul, tidak banyak materi yang aku ajarkan (mereka punya bahan belajar sendiri), tapi aku lebih banyak berlawak ria sambil berdiri di kelas alias ber-stand up comedy. Kenapa demikian? Aku pikir, aku lihat siswa sudah diberatkan dengan Pekerjaan Rumah (PR) mata pelajaran lain yang bejibun dan membebani. Belum lagi, tidak sedikit dari siswa yang membawa masalah dari rumah baik masalah keluarga maupun lingkungan di sekitar tempat tinggalnya.

Bagi kawan-kawan yang berniat menjadi pendidik, aku sarankan tidak perlu malu-malu berbagi cerita lucu, kelas bukan hanya tempat transfer materi, tapi juga tempat terapi dari rasa penat di hati, mari ber-stand up comedy! Ohya, untuk apa memasang muka sangar hanya untuk menakut-nakuti siswa agar mudah diatur di kelas. Itu tidak perlu. Siswa bukan musuh yang menguji mental kawan-kawanku para calon guru atau guru (pendidik). Pasang muka bersahabat, bukan pasang muka yang dianggap siswa sebagai orang jahat.

Di bawah ini adalah tulisan tiga tahun lalu yang aku ambil dari komunitaspendidikan.com. Aku suka tulisan mengenai pendidikan, salah satunya sebagai cara mempersiapkan diri untuk PPL di tahun berikutnya ketika teman-teman seangkatanku PPL lebih dulu (karena aku telat PPL). Ini dia Jusuf AN salah satu kontributor pada laman yang aku sebutkan tadi. Judul tulisan itu aku buat menjadi judul tulisan dalam celotehku di blog ini "Tertawa Bersama Siswa". Iya, mari tertawa bersama siswa. Selamat mendidik generasi Indonesia para pendidik muda!

                                                                                      ***

"Saya harap nanti kalian tidak bosan dengan casing saya ini….”

Kalimat itu saya katakan ketika perkenalan dengan siswa baru. Mendengar itu, kontan mereka tertawa ngakak. Dan saya senang dan bersyukur bisa mendengar tawa mereka dan memandang wajah-wajah yang memancarkan kebahagiaan.

Di sela-sela memberikan materi pelajaran, kerap pula saya memancing agar siswa bisa gerrr. Ketika wajah-wajah mereka mulai terlihat tegang. Ketika mata-mata mereka mulai sayu dan mengantuk. Ketika konsentrasi mereka mulai pudar dan kegaduhan di kelas tidak bisa lagi dikendalikan. Pada saat-saat seperti itulah, penting bagi untuk memunculkan sense of humor-nya. Seperti komputer, otak dan pikiran mereka sekali-kali mesti di-refresh biar segar kembali.

Humor memang tidak bisa diremehkan. Minat dan perhatian para ilmuwan terhadap humor telah berlangsung sejak lama. Hal ini tidak mengherankan karena humor adalah salah satu kualitas khas manusia. Bahkan, Nabi Muhammad juga dikenal humoris. Nabi kerap melontarkan humor-humor segar dalam berbagai kesempatan. Humor yang telah akrab dengan kita adalah ungkapan Nabi kepada seorang nenek bahwa di surga tidak ada wanita tua. Nenek tersebut sedih mendengar keterangan Nabi, dan kemudian Nabi mengungkapkan bahwa semua penghuni surga akan di-muda-kan, termasuk si Nenek.

Dalam tradisi Indonesia sendiri kita mengenal tokoh pewayangan Punokawan. Sementara dalam tradisi Sufi kita mengenal kisah-kisah Nasrudin Khoja dan Abu Nawwas. Kiai dan Ustadz juga sering menyisipi humor dalam ceramah-ceramahnya.

Kaitannya dalam dunia pendidikan, humor bisa dijadikan salah satu cara interaksi dan komunikasi yang menyenangkan antara guru dengan siswa. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan sisipan humor ternyata bisa memberikan dampak baik bagi peningkatan kualitas pembelajaran. Humor yang identik dengan senyum dan tertawa dipercaya bisa membuat orang lebih merasa nyaman, menghilangkan rasa tertekan, bosan, dan membuat otot-otot wajah menjadi rileks. Selain itu, humor juga bisa meningkatkan daya ingat dan mempermudah pemahaman dalam bidang-bidang tertentu. Humor juga telah terbukti bisa meningkatkan daya afirmasi peserta didik dalam pembelajaran.

Namun demikian, di Indonesia humor dalam pembelajaran masih sering dianggap asing, bahkan dijauhi oleh para guru. Humor sering dianggap sebagai perusak suasana serius dan bisa mengurangi kewibawaan guru. Anggapan tersebut bisa jadi benar. Tetapi, efek sense of humor guru yang baik untuk meningkatkan kualitas interaksi dan kumunikasi juga tidak bisa dinafikan.

Perlu diingat, interaksi dan komuniasi menyenangkan antara siswa dan guru merupakan faktor utama dalam menerapkan strategi pembelajaran menyenangkan. Jika siswa mendapatkan stimulus yang menyenangkan maka ia akan mencapai hasil belajar terbaiknya.

Tak hanya itu, humor juga dirasa bisa memperkaya hubungan batin guru dengan siswa. Ketika guru mengajar di depan kelas, sebenarnya guru sedang berkomunikasi seara sosial dengan peserta didiknya. Suasana akan kaku dan kering tanpa humor. Kebosanan adalah salah satu penyakit yang sering muncul dan humor mujarab menyembuhkannya.

Maka dari itu, humor tidak patut dijauhi, tetapi bagaimana seorang guru meramu dan mengendalikan sense of humor-nya. Misalnya, jangan sampai guru mengeluarkan humor-humor porno di hadapan siswa. Sebab selain tidak pantas, juga akan menjadikan citra guru tersebut jadi buruk. Sekali saja guru mengeluarkan humor porno di hadapan siswa, wibawanya akan hancur dan ia tidak akan lagi disegani.

Sebenarnya humor bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari karikatur humor, cerita singkat anekdot, atau humor yang didesain khusus dalam pembelajaran, dan lain sebagainya. Sebab humor, menurut Emil Salim, adalah suatu situasi dan kondisi yang bebas nilai baku (fixed value). Humor memiliki daya rangsang untuk tertawa, namun tertawa bukun tujuan terakhinya.

Jusuf AN
Guru, senang menulis, dan jalan-jalan

                                                                                   ***

Semarang, Minggu 6 September 2015

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More