facebook.com/DakwahMuslimah |
Kuberjalan pelan menaiki satu demi satu anak tangga. Seorang gadis tertunduk lesu duduk di beranda lantai dua kosan. Tangannya memeluk lutut, menangis dengan muka kusut. Kudekati dengan melangkah pelan. Kududuk disebelahnya, kubelai kepalanya, kemudian pungungnya. Hening tak ada suara.
"Menangis-menangislah. Lepaskan semua yang kamu rasakan. Lepaskan, itu lebih melegakan," lirihku sembari tangan masih membelai kepalanya.
"Aku lelah," lirihnya, kemudian tangisnya kembali pecah. Disembunyikan muka merah itu menempel pada kedua pahanya.
"Kamu bilang lelah? Coba tengoklah bumi. Ia berputar tak pernah kujumpai dalam posisi berhenti," kataku dalam hati. Kuurungkan untuk mengatakan kalimat tadi. Terlalu puitis untuk kondisi malam ini."Berwudlulah, berdoalah. Jika lelah dan ingin tidur, tidurlah. Pagi selalu menawarkan hal yang baru," akhirnya kalimat ini yang kupilih untuk menasehati dirinya dan diriku sendiri dan kutinggalkan sosok perempuan itu menyendiri.
"Suara tangisku tadi keras sekali?" sebuah suara serak disusul suara kaki melangkah terdengar dari arah belakangku.
"Tidak, hanya cukup mengagetkan, kukira kuntilanak menangis malam Jumat begini," candaku sambil mengehentikan langkah, kemudian kugandeng tangannya.
Kami tersenyum bersama, dengan berhati-hati menuruni tangga. Langit nampak gelap, enggan menampakkan kilau bintang. Namun, kami dua sahabat perempuan berharap bisa melihat bintang dalam tidur nyenyak malam ini.
Terisnprasi dari kisah nyata di malam Jumat berkah ini, Semarang, 11 Desember 2014
http://myfitriblog.wordpress.com/2013/12/16/alquran-menjawab-pertanyaanmu-ketika-di-uji-diposkan-oleh-khazanah-trans7/