"Maafkan aku."
Kalimat ini tak asing bagiku. Aku bosan mendengarnya. Ah, namun semoga Tuhan tidak bosan mendengar permintaan maaf dariku. Bahkan Dia tak lagi asing dengan suara yang melantunkannya. Sungguh, hari ini aku ada karena pertolongaMu. Hari ini aku bisa bercengkrama percaya diri dengan orang lain karena Engkau sedang menutupi kekuranganku, menutupi aibku.
Ya Rabb, apakah kata maaf ini masih pantas aku lontarkan? Bahkah setelah aku lontarkan, aku melakukan dosa lagi.
Ya Tuhan, andai saja kata maaf ini dijual. Aku takkan sanggup menebus hutang-hutang kata maaf yang harus aku pinta padaMu.Ya Rabb, Engkau Mahapengampun.
Ya Rabb, aku hanya bisa meminta, aku terlalu sombong untuk tidak meminta kepadaMu. Aku terlalu percaya diri dengan kemampuanku.
Engkau bahkan mengingatkanku dengan begitu halus dan pelan. Begitu lembut. Ah Iman, kemana engkau pergi? Ah Hati kenapa gampang teracuni? Allah, aku ada karenaMu, namun tindakanku telah meniadakanMu. Seolah-olah Engkau jauh, namun bukankah Engkau begitu dekat? Sedekat urat nadiku? Kapan saja bisa mencabut nyawaku.
Astaghfirullah..... Ya Rabb, aku terlalu percaya diri untuk melangkah tanpaMu. Aku lupa, bahwa bukankah Engkau tak pernah tidur? Namun, ternyata ungkapan "Gusti Allah Ora Sare" ini hanya dibibir saja selama ini. Aku meniadakanmu, menutup mata atas diriMu.
Allah, aku sungguh hina untuk meminta maaf. Debu pasir ini bisa jadi mewakili dosa yang aku perbuat. Tak terhingga. Namun aku percaya, ampunanMu begitu luas untuk hambanya.
Ruang bisu, Semarang, Kamis, 5 Juli 2012