Setiap Anak adalah Juara

...Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir....

Hujan dalam Ingatan

...Seperti pertanyaan yang aku titipkan pada hujan sore itu. Apakah kau merindukanku?....

Tiga Bungkus Nasi Kucing untuk Berbuka

...Kebahagiaan berada di dalam hati orang yang mengingatNya....

Kisah Kertas Kebahagiaan

...Let me find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart....

Siapa yang Berdiri di Depan Pintu?

...dan kau tahu makna cinta, masuklah....

Gusti Allah Ora Sare

...Hidup adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan....

Friday, January 29, 2016

Perempuan Seperempat Abad

tunas tumbuhan
pixabay.com
Nandemo shigoto ga aru noga kokorode shite, Kamisama no tameni hataraito shiteiru....

Sudah seperempat abad lebihnya delapan hari (jika dihitung dari tanggal 21 sampai hari ke-29 di Januari ini) aku menghirup udara yang alhamdulillah melimpah ruah dan gratis di belahan negeri Indonesia ini. Hal ini perlu aku syukuri mengetahui kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan masih menyisakan asap di paru-paru warga di sana. Tak terkecuali paru-paru anak-anak, orang tua, dan orang yang sebaya dan senasib denganku barangkali. Bahkan ada di wilayah negara Tiongkok, polusi karena asap pabrik dan kendaraan bermotor juga sedemikian mengancam jiwa. na`udzubillah....

Ya, apa yang aku jalani dan hadapi pantas aku syukuri bukan? Selama 25 tahun aku hidup bersama keluarga, saudara, sahabat, dan orang-orang di sekitarku dengan segala keadaan yang ada. Tingkah laku, perkataan, dan segala persinggunganku dengan mereka membuatku menjadi sosok seperti sekarang. Seorang perempuan dengan segala kekurangan yang musti perlu dibenahi. Perempuan seperempat abad dengan masalah-masalah yang perlu dipecahkan. Perihal kuliah, jodoh, pekerjaan, dan masalah dunia lainnya yang jika dipikirkan satu-satu tidak ada habisnya.

Kuliah misalnya, tidak tanggung-tanggung 6,5 tahun sampai sekarang aku masih menjadi mahasiswa (tepatnya mahasiswa semester akhir). Lama aku betah di Unnes, begitu juga lama aku tinggal di rumah Budhe-ku, sampai-sampai bisa dibilang domisili Kelurahan Patemon, Gunungpati, Semarang (ya iyalah lha wong tinggal sampai lebih dari lima tahun di sini). Pahit manis asam asin menjadi anak kos sudah aku rasakan. Apalagi menjadi mahasiswa semester akhir yang jomblo (sampai halal insyaallah) pula.

Jodoh bagaimana? Ijasah belum dapat begitu juga ijabsah. Aku punya mimpi menikah di usia 21 tahun. Keinginan itu semakin menjadi setelah tahu beberapa artis terkenal memutuskan untuk menikah muda, seperti Nia Ramadhani dan Marshanda (hehe). Namun kenyataan tak selalu semanis harapan, sampai sekarang aku belum nikah juga. Jika merujuk pada kenyataan di desaku, usia 25 tahun adalah usia matang bahkan usia melampaui matang untuk menikah yang dianggap oleh kebanyakan warga di desaku. Usia yang jika aku menilik kawan-kawan angkatan 1991 (terutama teman Sekolah Dasar dulu), kebanyakan sudah menikah tiga sampai lima tahun lalu. Bagaimana denganku? Mengenai pasangan jangan ditanya, semoga dijaga menjadi jomblo sampai halal olehNya. Insyaallah

Rasanya lambat sekali apa yang aku capai dalam hidup ya? Astaghfirullah.... Aku memang perlu muhasabah diri. Baiklah... banyak harapan belum menjadi kenyataan, tapi apapun yang dihadapi dan dijalani semoga di usia seperempat abad ini menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tidak hanya itu, semoga dimudahkan jalan untuk menimba ilmu bekal membina rumah tangga insyaallah eh pastinya bekal akhirat juga. Aamiin insyaallah

Aku teringat sebuah nasehat yang aku benar-benar lupa dapat dari mana, yaitu Nandemo shigoto ga aru noga kokorode shite, Kamisama no tameni hataraito shiteiru.... Artinya kurang lebih begini: Whatever you do, work with your heart, as working for the Lord. Bismillah....

Terima kasih untuk kamu, kalian, dan siapa saja. Terima kasih atas doa-doa baik yang dengan ikhlas dipanjatkan. Terima kasih atas izinNya sehingga kau, kalian, dan siapa saja telah hadir dan kemudian ada juga yang pergi. Meski beberapa kepergian perlu berdamai dengan diri untuk melepaskan. Terima kasih, terima kasih membantuku memaknai kehidupan....


Patemon, Gunungpati, Semarang, Jumat 29 Januari 2016

Thursday, January 28, 2016

Membudayakan Membaca Buku di Indonesia? Pasti Bisa Kok!

getscoop.com
Apa yang berputar di pikiran minasan jika mendengar kata “buku”?

Apakah menyenangkan? Membosankan? Kuno? Atau memuakkan?

Mungkin bagi sebagian masyarakat Indonesia, kebiasaan membaca buku belum begitu mendarahdaging. Mengingat masa kecil saya diisi dengan berbagai tayangan menarik di televisi dan sekarang pun rasanya makin parah karena anak-anak kecil dijejali oleh sinetron yang mengandung unsur kurang pas untuk penunjang pertumbuhan para penerus bangsa kita. Selain itu, image buku pun lekat dengan kutu buku atau orang yang saking seringnya membaca buku sampai memiliki kacamata tebal yang bertengger di hidungnya serta mendapat predikat cupu di kalangan teman sebayanya.

Lalu kalau begini bagaimana nasib masa depan Indonesia? Apakah dapat dibangun generasi yang berkualitas dan paham masalah serta melek solusi jika setiap hari yang masuk ke otaknya hanya itu-itu saja?

Uhm, untuk itu Indonesia perlu menilik apa saja rahasia negara maju dalam meningkatkan ilmu pengetahuan masyarakatnya. Contohnya saja Jepang melalui budaya membacanya.

Di Negeri Sakura tersebut, jika kebanyakan orang masa kini selalu sibuk dengan ponsel pintarnya saat berada di transportasi umum, maka kita akan disuguhi pemandangan yang berbeda saat berada di Jepang. Hampir kebanyakan orang di sana selalu membaca buku atau komik saat bepergian untuk mengusir rasa bosan. Jika ada yang berkutat dengan smartphonenya pun mungkin membaca buku lewat gadgetnya. Berbeda dengan di Indonesia yang tatkala bosan lebih suka mengobrol dengan temannya atau sibuk ketak-ketik chat di sosmednya yang bejibun itu.

Ada pula “Tachiyomi”, salah satu kegiatan membaca gratisan yang dilakukan sambil berdiri di toko buku (tachi: berdiri, yomi: membaca). Di Jepang, banyak toko buku yang menyediakan buku-buku yang plastik pembungkusnya sudah terbuka, sehingga dapat dimanfaatkan oleh banyak orang untuk melakukan kegiatan tachiyomi ini. Penjual toko buku ini pun banyak yang membiarkan begitu saja kegiatan tachiyomi ini. Ia tidak takut merasa rugi akibat banyaknya pembaca yang berniat membaca gratisan tersebut. Ia malah berprinsip, semakin ramai tachiyomi yang ada di tokonya maka semakin banyak kemungkinan orang tersebut membeli buku pada keesokan harinya atau hari lainnya. Bisa dilihat perbedaannya dengan di Indonesia yang menjaga buku bersegel dengan pengawasan CCTV dan penjaga toko sehingga minat untuk menyentuh buku tiba-tiba kabur karena adanya objek tersebut. Sama seperti saya yang kabur begitu saja setelah menemukan buku bersampul menarik tetapi dibandrol dengan harga mencekik, hihi.^^

Menurut Yoshiko Shimbun, sebuah harian nasional Jepang terbitan Tokyo, kebiasaan membaca di Jepang diawali dari sekolah. Para guru mewajibkan siswa-siswanya untuk membaca selama 10 menit sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kebijakan ini telah berlangsung selama 30 tahun. Para ahli pendidikan Jepang mengakui bahwa pola kebiasaan yang diterapkan ini terlalu bersifat behavioristik, di mana terdapat reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan aturan tersebut. Namun pembiasaan yang dilakukan dari tingkat sekolah dasar dinilai cukup efektif  karena dilakukan pada anak-anak sejak usia dini. Menurut data dari Bunkanews, jumlah toko buku di Jepang adalah sama dengan jumlah toko buku di Amerika Serikat. Amerika Serikat adalah dua puluh enam kali lebih luas dan berpenduduk dua kali lebih banyak daripada Jepang. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Sepertinya masih misteri, hohoho.^^

Uniknya lagi, terdapat acara Toko Buku Sekiguchi di televisi Jepang. Acara ini sangat membantu bagi penggemar buku yang sibuk dan tak sempat berlama-lama di toko buku. Penonton bisa melihat referensi yang divisualisasikan dalam layar televisi dan memesan lewat internet atau telepon jika tertarik untuk membeli. Mirip sebuah “televisi shopping”, tetapi yang dipromosikan adalah buku.

Kabar terbaru dilansir dari koran HaloJepang! yang biasa saya dapatkan dari perpustakaan jurusan Bahasa dan Sastra Asing di Unnes, belum lama ini di Tokyo hadir hostel dengan konsep book and bed. Di hostel ini, pengunjung bisa bermalam dengan melahap beragam buku sebelum akhirnya terlelap dalam suatu kompartemen kecil, mirip hotel kapsul yang dikelilingi rak-rak buku. Kompartemen untuk tidurnya sendiri memang tidak isyimewa atau super nyaman. Kamar mandinya harus digunakan bergantian. Memang bukan kenyamanan yang menjadi “jualan utama” hotel ini, melainkan kesempatan membaca sepuasnya hingga terlelap. Di sana sekitar 1.700 buku tersedia dalam bahasa Inggris dan Jepang. Adapun fasilitas WiFi untuk memenuhi keinginan mereka yang lebih suka membaca melalui gadget dan bukan dari buku tradisional.

Artinya, bahkan negara dengan minat dan kebiasaan membaca tertanam kuat seperti Jepang juga masih perlu untuk terus menerus tampil inovatif agar gaya hidup positif ini tidak memudar.

Dengan demikian, mengharapkan serta menjadikan buku sebagai bagian dari keseharian warga Indonesia adalah proses yang juga mesti ditunjang pemikiran kreatif dan inovatif semua pemangku kepentingan. Karena jika tidak segera diterapkan, Indonesia akan mengalami guncangan besar akibat generasi bangsanya lebih suka bermalas-malasan dengan tayangan tak berbobot yang rusak dan merusak tersebut.

Menurut saya pribadi yang suka membaca buku, boleh saja menikmati tayang televisi tetapi harus diporsi dengan baik karena tugas sekolah maupun kuliah tertuang dalam bentuk cetak yang harus dibaca dan dipahami perlahan yang tidak semudah memahami alur cerita di televisi. Budaya membaca diawali dengan materi yang ringan dan menyenangkan seperti komik atau buku cerita anak. Nah, berhubung saya menyukai novel fantasi seperti Harry Potter, karena saya menyukainya maka membaca sekitar 200 halaman per haripun tidak menjadi masalah jika kita tak menganggapnya sebagai hal yang berat. Barulah konten buku ditingkatkan sedikit demi sedikit, sewaktu itu saya memilih novel “Pasangan Detektif” oleh Agatha Christie yang rampung dalam dua atau tiga hari di sela-sela perjalanan pergi maupun pulang ke rumah ketika masih menginjak bangku SMA. Saat kuliah saya lebih sering membaca koran dengan konten politik yang tentu lebih berat diselingi rubrik budaya dan sastra untuk merefresh pikiran. semua itu demi mendapatkan pelbagai pengetahuan yang beragam. Selain itu media di dunia maya seperti blog dan wattpad pun mendapatkan perhatian yang tak kalah ramai dari khalayak umum sehingga membaca dan membuat cerita menjadi kegiatan yang menyenangkan sekaligus untuk membuat pertemanan dengan berbagai orang di dunia yang sama bahkan bisa dijadikan sarana bertukar pikiran dengan penulis favorit kita di sana. Mudah bukan?^^

Bagaimana? Apakah minasan juga setuju?

Semoga bermanfaat. :D

Sumber:
Koran HaloJepang! Edisi Desember 2015/III

Friday, January 15, 2016

Bentou, si Bekal Cantik dan Menarik Hati

Minasan pasti sudah akrab dengan istilah “bentou” bukan?

Yap, Bentou (弁当 atau べんとう) atau o-bentou adalah istilah bahasa Jepang untuk makanan bekal berupa nasi berikut lauk-pauk dalam kemasan praktis yang bisa dibawa-bawa dan dimakan di tempat lain. Seperti halnya nasi bungkus, bentou bisa dimakan sebagai makan siang, makan malam, atau bekal piknik.
bentou berbentuk kucing, lucunya~^^
foodart13toxel

Bentou biasanya dikemas untuk porsi satu orang, walaupun dalam arti luas bisa berarti makanan bekal untuk kelompok atau keluarga. Bentou dibeli atau disiapkan sendiri di rumah. Ketika dibeli, bentou sudah dilengkapi dengan sumpit sekali pakai, berikut penyedap rasa yang disesuaikan dengan lauk, seperti kecap asin atau saus uster dalam kemasan mini.

Minasan sudah tentu tahu kalau bentou itu selalu diracik dengan bentuk yang sangat menarik agar anak-anak yang susah makan sayur dapat ‘dirayu’ dengan tampilan keren dan menggugah selera. Saya sendiri juga berminat untuk menyulap bekal saya menjadi mahakarya yang serupa. Namun beberapa detik setelah membaca majalah masakan yang berisi resep membuat aneka kreasi bentou, saya langsung menutupnya dengan wajah penuh keringat dingin. Bahan-bahan bekal memang mudah sekali didapatkan tetapi kalau harus bergelut dengan pinset dan pola-pola rumit...err...saya angkat tangan, hehe.
justonecookbook
Selain tampilan makanannya yang menarik, tampilan wadah bentou pun juga ada yang unik. Cerita awalnya ketika saya menonton berita acara Jepang yang berjudul “Channel Japan” di Metro TV setiap hari Minggu pukul 07.00 pagi. Ada sebuah tayangan tentang bentou tetapi yang dipusatkan adalah kotak bentou tersebut. Adalah toko “Bento&Co” beralamatkan di  Yaoyacho (Rokkakudori), Nakagyo Ward, Kyoto, Kyoto Prefecture 604-8072, Jepang. toko ini juga membuka bisnis online, dan yang paling membuat saya heran adalah pemrakarsa ide ini ialah orang Prancis bernama Thomas Bertrand yang sangat menyukai kebudayaan Jepang. Wah..sugoi.^^

Thomas mengungkapkan bahwa ibunya juga menyukai kebudayaan Jepang terlebih bentou, awalnya ia membuka toko di Prancis tetapi lambat laun ini membuka toko di Jepang dan menggaet beberapa temannya yang juga berasal dari Jepang utnuk terus memnuat variasi kotak bentou. Ada banyak jenis kotak bentou yang dapat kita lihat di web online Bento&Co. Entah itu bentuknya seperti kokeshi (boneka khas Jepang), berbentuk buku, dan masih banyaklagi. Coraknya pun bernuansa Jepang, seperti Gunung Fuji dan bunga sakura. Baru-baru ini Thomas menciptakan kotak bentou dengan ukuran yang lebih besar daripada ukuran kotak bentou standar di Jepang. Ini dikarenakan budayanya sebagai orang Prancis. Ia menegaskan orang luar negeri agak kesulitan mencari kotak bentou yang sesuai dengan keinginannya dan itulah yang mendasari produk barunya. Thomas juga mencontohkan jenis isi bekal yang membutuhkan ruang banyak seperti spagetti dan salad yang tidak bisa ditekan seperti halnya memasukkan nasi ke dalam wadah.
logo_Bento-and-co_shop super-spacemonkey.blogspot

contoh kotak bentou bercorak kucing
fancy

  
lucunya bentou berbentuk kokeshi^^
sokeen.fr











Cukup sekian celoteh saya mengenai bentou. Untuk yang tidak mau ribet, cukup bawa rantang khas Indonesia saja, hihi.

Semoga bermanfaat. :D

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More