Setiap Anak adalah Juara

...Guru seperti teko yang penuh air, yang menyirami tanaman, bukan menyirami sebuah cangkir....

Hujan dalam Ingatan

...Seperti pertanyaan yang aku titipkan pada hujan sore itu. Apakah kau merindukanku?....

Tiga Bungkus Nasi Kucing untuk Berbuka

...Kebahagiaan berada di dalam hati orang yang mengingatNya....

Kisah Kertas Kebahagiaan

...Let me find the way, close our eyes, listen closely, and attend with our heart....

Siapa yang Berdiri di Depan Pintu?

...dan kau tahu makna cinta, masuklah....

Gusti Allah Ora Sare

...Hidup adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan....

Thursday, December 11, 2014

Bumi yang Tak Lelah Berrotasi

facebook.com/DakwahMuslimah
Keheningan kos tiba-tiba pecah oleh isak tangis seorang perempuan. Malam Jumat, aku kira suara itu suara seperti yang pernah aku dengar beberapa tahun lalu. Bersuara namun tak berwujud. Namun, dugaanku keliru, aku kenal suara isak tangis itu. Segera aku hentikan lantunan murotal dan melepas headset di telinga. Kutinggalkan netbook di atas kasur, berjalan menuju sumber suara.

 Kuberjalan pelan menaiki satu demi satu anak tangga. Seorang gadis tertunduk lesu duduk di beranda lantai dua kosan. Tangannya memeluk lutut, menangis dengan muka kusut. Kudekati dengan melangkah pelan. Kududuk disebelahnya, kubelai kepalanya, kemudian pungungnya. Hening tak ada suara.

"Menangis-menangislah. Lepaskan semua yang kamu rasakan. Lepaskan, itu lebih melegakan," lirihku sembari tangan masih membelai kepalanya.

"Aku lelah," lirihnya, kemudian tangisnya kembali pecah. Disembunyikan muka merah itu menempel pada kedua pahanya.
"Kamu bilang lelah? Coba tengoklah bumi. Ia berputar tak pernah kujumpai dalam posisi berhenti," kataku dalam hati. Kuurungkan untuk mengatakan kalimat tadi. Terlalu puitis untuk kondisi malam ini.
"Berwudlulah, berdoalah. Jika lelah dan ingin tidur, tidurlah. Pagi selalu menawarkan hal yang baru," akhirnya kalimat ini yang kupilih untuk menasehati dirinya dan diriku sendiri dan kutinggalkan sosok perempuan itu menyendiri.

"Suara tangisku tadi keras sekali?" sebuah suara serak disusul suara kaki melangkah terdengar dari arah belakangku.

"Tidak, hanya cukup mengagetkan, kukira kuntilanak menangis malam Jumat begini," candaku sambil mengehentikan langkah, kemudian kugandeng tangannya.

Kami tersenyum bersama, dengan berhati-hati menuruni tangga. Langit nampak gelap, enggan menampakkan kilau bintang. Namun, kami dua sahabat perempuan berharap bisa melihat bintang dalam tidur nyenyak malam ini.

Terisnprasi dari kisah nyata di malam Jumat berkah ini, Semarang, 11 Desember 2014

http://myfitriblog.wordpress.com/2013/12/16/alquran-menjawab-pertanyaanmu-ketika-di-uji-diposkan-oleh-khazanah-trans7/

Wednesday, December 10, 2014

Sayangku, Apa yang Kau Cari Dariku?


"Wajahmu rupawan ketika kupandang...."

"Senyummu menarik ketika malu-malu kau lemparkan."

Kemarin kau katakan itu padaku 

Tutur katamu lembut,selembut tindakanmu 

Tingkah lakumu tenang, setenang kalbumu

Itupun kau bisikan padaku 

Apa yang kau cari dariku?

Sayangku, fisikku bisa menua dengan wajah rupawan menjadi keriput tak karuan 

Hatiku bisa menjadi buruk,dengan kuasa Tuhan membolak-balikan jadi baik maupun busuk 

Cinta karena rupa, 
Cinta karena perilaku yang hanya bisa dilihat dengan mata 

Jangan menikah karena jatuh cinta,

Jangan menikah karena rupa,

Jangan menikah karena kau iba,

Tapi menikahlah karena kau percaya, bahwa jika kita bersama kau menemukan surga

Karena sayangku, hari ini Allah menunjukan kebaikanku, mungkin lusa kau melihat celaku 

Percayalah cinta dengan saling mengingatkan, bukankah lebih menguatkan?

Ditulis di Semarang, Rabu 10 Desember 2014 ketika langit segera menurunkan tirai hujan setelah mendung datang

Friday, December 5, 2014

Ketika Kita Tua Nanti

Sumber foto: Kolesksi Pribadi @marfuahumarsidik


"Apakah kalian akan hidup sampai tua nanti? Jika diberi umur panjang dan menua, bantuan apa yang kalian butuhkan?"

Mata kuliah Dokkai Selasa siang itu dimulai. Mata kuliah menyimak dan memahami ini membahas bacaan bertajuk "atsumaru"yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah "berkumpul". Kami membahas kalimat demi kalimat dari tata bahasa sampai makna yang terkandung di dalam bacaan.

Sudah menjadi kebiasaan, sebelum membahas isi bacaan, Yuyun sensei (dosen-red)  memberikan apersepsi, pengantar kuliah dengan memberikan pertanyaan seputar bacaan yang akan dipelajari. Bacaan berisi tentang ibu rumah tangga yang melihat kehidupan kakek dibantu oleh seorang sukarelawan muda.

"Iya, bayangkan kalian menjadi tua. Apa yang akan kalian lakukan? Bantuan apa yang kalian butuhkan?"

"Mencuci pakaian," celetuk salah satu mahasiswa.

"Bantuan untuk memasak, Sensei (Panggilan bahasa Jepang untuk dosen-red)," kata yang lain.

"Membutuhkan teman ngobrol. Ketika tua nanti, aku butuh teman berbagi untuk menceritakan pengalaman yang telah aku dapatkan sewaktu muda," sahut yang lain lagi.

"Membutuhkan bantuan untuk menyempurnakan agamaku," celetukku dalam hati sambil senyum sendiri.

Tanya jawab dosen dan mahasiswa tadi membawaku pada sebuah lamunan. Aku mendapati diriku dalam tubuh seorang nenek. Aku membayangkan menua bersama suamiku. Rambutku memutih di balik kerudungku, kulitku keriput dan tangan tak lagi kuat mengangkat seember cucian, hanya bisa setiap pagi menyapu sedikit demi sedikit dedaunan yang gugur di halaman.

Masih dalam angan-angan, jika nanti aku diberi amanah untuk membesarkan dan mendidik anak-anak, mereka tumbuh dewasa kemudian berkeluarga. Mereka sering membawa cucuku berkunjung. Tidak hanya sebagai teman berbincang, cucu-cucuku akan membantu nenek dan kakeknya membersihkan rumah.

Aku dan suamiku menjalani hari tua tenang beribadah. Setiap sepertiga malam aku (dalam tubuh nenek tadi) akan rajin shalat tahajjud. Ketika adzan subuh mengetuk kesunyian pagi, aku akan bangun menyegerakan shalat. Mulut basah dengan dzikir, mata setiap ba`da shalat maghrib untuk membaca mentadaburi Alquran dan setiap malam Jum`at membaca surat Alkahfi. 

Tidak hanya itu, telinga tak lagi untuk mendengarkan musik-musik melow dan galau atau musik yang menghentak-hentak. Jika memang masih diberi pendengaran yang baik, telinga ini lebih nikmat untuk mendengarkan murotal Alquran. Uang tak lagi menjadi hal yang harus disimpan rapi-rapi, kalau ada uang, bersedekah menjadi kebiasaan setiap hari.

 "Duhai suami, ukuran ketulusan dan kesejatian cintamu pada istri adalah apa yang kamu berikan padaku membuat kehidupanku menjadi lebih baik," kataku padamu.

Itu yang aku bayangkan keadaan ideal masa senjaku, bersama suami yang mencintaiku dan aku cintai. Suami yang menerima keadaan apa adanya diriku. Keluarga yang bahagia cinta karena Allah. Semoga Allah mengizinkan, insyaallah

Aku membayangkan demikian karena sering melihat mbah-mbah yang kutemui di masjid mana saja tempat aku shalat di tengah-tengah menempuh perjalanan mudik. Damai berdzikir, dan dari pandanganku mereka dengan kerelaan hati melaksanakan perintah Tuhan.

Beberapa kali disetiap kesempatan bertemu dengan mereka, aku akan memberikan salam kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman. Kemudian mereka tersenyum dan membalas salamku.

"Numpak motor sing ati-ati nok...." nasihatnya, kemudian tersenyum menyambut jabat tangan dariku. 

Beliau mengatakan itu barangkali melihatku nampak telah menempuh jarak jauh dengan ransel dan muka yang kusut. Nenek itu tak mengenalku, begitu juga aku tak mengenalnya, namun sapaan itu begitu akrab untukku. Begitulah, orang tua suka memberikan nasihat, meskipun hanya sepenggal nasihat.

"Nggih, Mbah," jawabku membalas senyum.

Begitulah lamunanku jalan-jalan kemana-mana. Namun tidak sampai di situ, mengingat nenek yang ada di masjid tadi, aku jadi berpikir saat ini usiaku 23 tahun, masih muda. Namun, apakah untuk menjalankan perintahNya harus menunggu tua nanti? Untuk apa dan kemana hidup ini?

Jika umurku masih 54 tahun ke depan, maka masih punya waktu memperbaiki diri. Namun, hari berjalan mendekati senja. Hal inilah yang menjadi peringatan dan pelajaran. Kata Ustad Arifin Ilham, hidup adalah kali ini, kemarin adalah yang lalu, dan esok belumlah tentu.

"Kira-kira umur berapa kalian sampai menemui hari tua nanti?" Yuyun sensei mengajukan pertanyaan kedua.

Kelas siang itu sejenak menjadi hening. Hening sekali.

Jumat, 5 Desember 2014

Thursday, November 27, 2014

Tentang Pulang


Melepaskan suami untuk pergi mencari nafkah di tanah rantau adalah perpisahan yang membahagiakan. Aku sepaham dengan apa yang dikatakan sahabatku waktu itu. Ia sudah bersuami dan percaya bahwa perpisahan selalu berbanding lurus dengan pengorbanan dan kesabaran.

Ia menyadari perasaan bahagia bercampur khawatir menjadi kemelut setiap bulan. Bahagia bertemu suami tercinta, dan dalam kurun waktu tak lama harus berpisah juga. Dan begitu terus selama ini dilaluinya. Maka dari itu, perempuan yang berani memutuskan menikah pada usia muda ini selalu berkata, melepaskan suami untuk pergi mencari nafkah di tanah rantau adalah perpisahan yang menyedihkan sekaligus membahagiakan. 

Perpisahan dimaknainya sebagai hal yang mesti terjadi. Perpisahan dengan suaminya itu menjadikan ia paham bahwa baik lama, ataupun sebentar. Baik cepat ataupun lambat. Sebahagia apapun sebuah keluarga, akan dipertemukan dengan perpisahan. Namun, ia percaya semoga setelah perpisahan dipertemukan dalam surga kebahagiaan.
"Dan setelah gemuruh beserta petir yang dibawa awan hitam, ada pelangi yang mngingatkanku bahwa kehidupan bisa dinikmati dengan cara yang lebih baik," katanya.
Ia belajar berpisah dengan suaminya, dan ia berharap suaminya pun begitu. Belajar berpisah dengan istri yang selalu menyebut namanya dalam setiap doa. Karena dalam jarak, cinta telah diuji. Iya ada pengorbanan dan kesabaran dalam cinta.

Aku tahu, tak mudah membina rumah tangga. Tidak semudah mengatakan cinta, mempertahankan dalam badai ujian itulah kesunguhan cinta yang dalam. Untuk kamu yang hebat, semoga kita dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik. Kau bilang, cinta sejati selalu akan menemukan jalan pulang. Semoga tidak hanya menemukan, tapi kau berani menapaki jalan pulang itu. Tentang pulang yang tidak hanya butuh keberanian, tapi percaya bahwa Tuhan selalu memberikan yang terbaik di setiap perjalanan.

Sayangku yang hebat, kehebatan setapak demi setapak  belajar menuju jalan yang diridloiNya. Insyaallah Sayangku, aku tahu Allah sedang mempersiapkanmu untukku. Mempersiapkanmu menjemputku membina hubungan yang disahkan dengan undang-undang langit. Menjemputku menyempurnakan agama bersamamu. Aamiin Insyaallah

https://arigatouminasan.wordpress.com/2014/09/15/perpisahan-itu-3/

Semarang, 27 November 2014

dakwatuna.com

Thursday, November 6, 2014

Menagih Visi Misi Presiden Terpilih

pemilu.tempo.co

Selain Piala Dunia, sejak ditayangkan secara langsung pada Senin (9/6) debat Capres dan Cawapres menjadi perhatian khalayak. Debat Capres dan Cawapres yang ditayangkan di sejumlah stasiun televisi ini mampu menjadi magnet masyarakat untuk berkumpul di depan layar televisi untuk membicarakan nasib bangsa lima tahun ke depan.

Setidaknya ada angin sejuk yang menengarai pelaksanaan demokrasi Indonesia menuju demokarsi Pancasila yang sebenarnya. Beberapa calon yang disinyalir akan muncul menjadi Capres, ternyata pada Pilpres kali ini hanya muncul dua calon saja. Hal ini diharapkan menciptakan Pilpres dan Presiden yang tidak hanya riuh bicara, tapi aksi nyata.
benny dan mice cartoon
Tidak hanya itu, debat dan dialog ini mampu membuka wawasan masyarakat mengenai visi dan misi masing-masing calon. Hal ini dapat terjadi jika kita menjadi penonton yang baik, dapat menjadikan program tersebut sebagai ajang untuk mempertimbangkan siapa yang akan dipilih saat Pilpres nantinya. Ya, dengan melihat di layar kaca Capres dan Cawapres, bagaimana raut mukanya, bagaimana tutur katanya, bagaimana ketulusan setiap calon saat menyampaikan visi dan misi mereka. Kondisi ini juga diharapkan mampu mengurangi dampak kampanye hitam yang marak di media sosial. Masyarakat dapat berpikir jernih dalam memilih presiden pilihannya.

Pemerintah yang Terbuka dan Kita Awasi Bersama
http://manzie.wordpress.com/
Masyarakat dibuka pikirannya, untuk tidak hanya melihat sosok saja, tapi apa yang menjadi grand desaign masa depan Indonesia. Dengan pemaparan ini juga, tidak hanya masyarakat Indonesia yang mengetahui visi dan misi setiap calon, namun juga diketahui oleh negara lain. Oleh karena itu, selain masyarakat yang harus siap dengan setiap visi dan misi Capres, pihak asing juga harus siap dengan setiap kebijakan presiden terpilih yang berdampak pada kebijakan mereka.
berdikarionline.com
Visi dan Misi masing-masing calon agaknya tidak jauh berbeda. Dari tiga putaran debat Capres dan Cawapres yang telah dilakukan, keduanya mempunyai garis besar visi misi yang sama. Sama-sama berkomitmen memberantas korupsi, meningkatkan derajat pelaku usaha dalam negeri, juga berkomitmen menjadikan Indonesia yang berdaulat.
pemilu.tempo.co

Dari keterbukaan visi misi tadi, siapapun presiden terpilih pada 9 Juli nantinya masyarakat berhak untuk mengawasi jalannya visi misi. Tidak hanya menjadi objek pembangunan, tapi turut aktif dalam mengisi dan mengawasi jalannya pemerintahan. Salam untuk Indonesia kita bersama.
segitiga.net
(Tulisan ini saya tulis pada masa hangat-hangatnya Piala Dunia yang beriringan dengan Pemilu 2014, meskipun yang menjadi presiden ke-7 (tujuh) bukan pilihan saya, namun akhirnya kejombloan Indonesia berakhir setelah beberapa hal mengenai penyelengaraan Pemilu dianggap ada kekeliruan oleh pasangan Prabowo-Hatta. Setelah dihasilkan titik temu, semoga pasangan Capres dan Cawapres Jokowi-JK menjadi presiden dan wakil presiden yang amanah aamiin insyaallah)
lensaindonesia.con

Friday, October 31, 2014

Menulis Sebuah Kemauan Diri


Bandung Mawardi salah seorang sastrawan asal kota Solo, dalam acara Penlatihan Jurnalistik Dasar (PJD) di Unnes pernah mengatakan, menulis adalah kemauan. “Jika kau tidak mau menulis ya sudah jangan menulis,” cetusnya.

Acara tentang kejurnalistikan ini menjadi menarik dengan adanya tema kepenulisan yang disuguhkan dengan Tanya jawab. Beberapa teman-teman peserta PJD mengajukan pertanyaan seputar.  Bagaimana agar bisa mahir menulis? Bagaimana agar bisa membuat tulisan yang menari? Dan Bagaimana agar bisa produktif menulis? Dan juga ada salah seorang peserta yang bertanya, bagaimana cara menghilangkan bad mood  atau malas ketika akan menulis?

Bandung Mawardi pendiri Pawon Sastra ini pun menjawab dengan gaya khasnya yang santai namun mengena ketika bertutur kata. “Kalau sedang bad mood ya jangan menulis, menulis butuh kemauan. Kalau sedang tidak mau menulis ya sudah jangan menulis. Itu saja!”
Menulis bukan sekedar keinginan menulis. Menulis itu menulis. Menulis bukan urusan menata kata. Orang memerlukan untuk menempuhi jalan menulis dengan segala milik diri. Kemanjaan dan minimalitas diri justru membuat petaka. Menulis adalah keterlibatan mencekam dan melegakan dari proses keringat kata, geliat imajinasi, sekarat tubuh dan lenguh iman. Kerja menulis mirip ibadah dan keterlenaan ruang dan waktu.

Menulis bukan urusan tampil diri sebagai bacaan. Menulis itu membaca. Modal membaca tak bisa ditangguhkan atau diabaikan sebagai sekadar instrument. Membaca mesti jadi jelmaan iman karena member i terang. Urusan membaca adalah urusan melibatkan diri untuk merasai hadir dalam jagat kata dan resah memamah pernak-pernik makna dari segala penjuru.

Menulis bukan urusan menanti. Menulis itu tindakan melawan kutukan malas dan lupa. Intensitas mengurusi kata bakal membukaan lorong-lorong gelap untuk minta terang. Menulis bukan urusan mencari dan menemukan.

Tulisan memiliki jalan untuk menghuni lembaran koran, jurnal, bulletin, majalah, atau buku. Jalan ini ramai karena orang-orang merasa memiliki hak untuk sampai. Tanda-tanda jalan tak bisa memastikan tulisan tersesat, tabrakan, mati kehausan, atau tertidur di selokan. Tulisan bisa bergelimang dosa oleh kutukan-kutukan atau pengabaian. Tulisan pun menuia berkah saat merasuki manusia-manusia pilihan dalam memberi putusan dilematis.

https://arigatouminasan.wordpress.com/


Monday, October 27, 2014

Kita Bisa


https://arigatouminasan.wordpress.com/

Bismillah we can do it. Insyaallah


Tuesday, September 30, 2014

Kita dan Putih Hitam




We`ve all got both light and dark inside of us. What matter is the part we choose to act on. That`s who we really are. 

-Sirius Balck- 

Semarang, 30 September 2014

Sunday, September 28, 2014

Rawat Hati dan Benak serta Dirimu

“...Ingatan terhadap hal yang baik, hanya akan membangkitkan kerinduan. Ingatan terhadap hal-hal yang buruk cuma bakal memicu kesakithatian atau malah kebencian. Kembalilah ke titik sebagaimana dulu engkau belum mengenalnya. Rawat hati dan benak serta dirimu. Biarkan kehidupanmu kembali menuntunmu ke bertemu dengan entah siapa yang, siapa tahu..., ternyata memang adalah pasangan sebenarnya bagimu...,” Timur Sinar Suprabana

Friday, September 26, 2014

Apa yang Kau Temukan dalam Perjalanan?


…Betapa daun-daun itu tak berhenti menciumi bumi. Aku berlari menembus tirai hujan. Kakiku telanjang. Merasakan bebatuan padat dan tanah basah di bawah kakiku. Begitulah, apa yang aku temukan dalam perjalanan? Bahwa ketentraman jiwa bermula dari kesyukuran….

Thursday, September 25, 2014

Petani dan Dongeng Kesejahteraan

kfk.kompas.com

Orang bilang tanah kita tanah murka,

tongkat kayu dan batu jadi tawuran.... (Koes Minus)
 Hamparan padi di sawah tampak rata menghijau seperti rumput lapangan sepak bola di stadion. “Tanaman padi saya di sebelah sana,” ungkap Budi Supriyono sambil menunjuk satu petak yang berada di tengah hamparan sawah. Budi adalah Ketua Kelompok Tani “Werdidadi desa Prebun, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas yang mencoba pertanian organik.

Selain petani, dia juga membuka jasa penggilingan tepung beras. Senyumnya mengembang ketika kami mendatangi tempat ia melakukan pekerjaannya itu yang lokasinya bersebelahan dengan sekeretariat kelompok tani desa setempat. 

Tak hanya Budi, 70 persen masyarakat Indonesia juga  hidup dari hasil pertanian. Indonesia yang dulu merupakan negara pengekspor beras, kini malah sebaliknya mengimpor beras. Seperti yang diberitakan harian Kompas (21/2), 15.000 ton beras impor membanjiri Bandar Lampung. Beras itu berasal dari India yang dulu merupakan negara Asia yang sama seperti Indonesia sebagai negara berkembang.


Saat kunjungan di Kabupaten Sragen dalam rangka panen raya, SBY menginginkan peningkatan produksi bahan pangan menjadi prioritas bangsa. Untuk mencapainya, pemerintah menekankan pentingnnya kolaborasi semua pihak, baik pemerintah, swasta, peneliti, petani maupun pelaku industri bahan pangan dalam memperkuat ketahanan pangan nasional (Kompas 18/3).

Tekad pemerintah menaikkan produksi beras boleh diapresiasi. Dilihat dari kebijakan benih padi, penggunaan benih padi yang meluas saat ini merupakan kebijakan dari orde lama. Kala itu, presiden Soeharto membuat kebijakan yang terkenal dengan sebutan “Revolusi Hijau”. Ini merupakan salah satu kebijakan yang diharapkan dapat mendongkrak produksi padi pada masa itu.

Menurut hasil survei Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan (BPS 2011),  sejumlah 87,57 persen usaha tani padi sawah menggunakan benih hibrida, sedangkan penggunaan benih lokal hanya 12,43 persen.

tribunjateng.com

Varietas generik yang diterapkan merupakan hasil penelitian dari IRRI Filiphina yang kemudian disebarluaskan di Indonesia untuk ditanam secara massal. Varietas baru ini adalah IR 8, IR 5, C4, IR 20 dan IR 22. Hasilnya mencengangkan memang, produksi padi bisa menghasilkan 6-10 ton per hektar daripada varietas lama yang hanya 2-3 ton per hektar (1970-1984). Dengan hasil tersebut, selama 14 tahun produksi padi bisa dipompa dari 1.8 ton per hektar  menjadi  3.03 per hektar.  Padahal, Jepang saja untuk meningkatkan produksi padi dari 2 ton menjadi 3.01 ton per hektar memerlukan waktu 68 tahun. (Ironi Negeri Beras 2008: 10)

Produksi memang berhasil digenjot pada masa itu, namun biaya produksi yang diperlukan ternyata mahal. Kalau dulu perhitungan produksi pertanian dilakukan lewat tawar menawar dengan alam, kini semua bergantung pada industry. Ketergantungan kepada perusahaan pembuat pupuk dan penyedia bibit menjadikan ongkos bertani kian mahal. Setiap tahun, petani harus membelanjakan uangnya dalam jumlah besar untuk pembelian bibit unggul, pestisida, fungisida, pupuk buatan yang sebagian besar disuplai oleh negara-negara asing. 

Selain itu, tanah juga harus disewa, tenaga kerja buruh harus dibayar, dan di sejumlah daerah untuk pengairan sawah petani masih harus mengeluarkan biaya. Demi mendapatkan aliran air bagi sawah tadah hujannya, Parmin petani di Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, mengeluarkan biaya 4 juta untuk membuat sumur pantek (Kompas 3/7).

Tidak hanya itu, akibat asupan kimiawi yang terlalu banyak menyebabkan kualitas tanah menurun. Penggunaan pupuk kimiawi terlalu banyak menyebabkan tanaman padi tidak responsif terhadap pemupukan. Jadi, seberapapun pupuk ditambah, produktivitas padi tidak sebanding dengan penambahan pupuk. Varietas yang dianggap unggul menyedot dan menyebabkan bahan organik dalam tanah juga menurun. Varietas ini rakus akan hara sehingga 80 persen dari 7 juta hektar lahan sawah di Indonesia bahan organiknya hanya 1 persen. Akibat peggunaan pupuk kimiawi keanekaragaman hayati menurun, predator hama teman petani mati dan sebaliknya hama wereng tak terkendali dan bahkan bermutasi. (Ironi Negeri Beras, 2008: 15) 

Seperti yang dikatakan Ratih Damayanti, pegawai Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Desa Prebun, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, bahwa pupuk kimia atau anorganik memang hasilnya instan, tetapi lama kelamaan dapat merusak lingkungan terutama tanah. bahan kimianya juga berbahaya bagi manusia. Dari segi harga, relatif mahal dan petani juga tidak bisa memproduksi sendiri. Pupuk kimia juga bersifat seperti candu jadi semakin lama digunakan di lahan, maka kebutuhan pupuk kimia tersebut semakin banyak,” ungkap wanita alumnus Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) melalui surat elektronik karena sedang berlibur di tempat saudaranya di Jakarta saat dihubungi.

Wanita tomboi ini sudah menjadi PPL sejak tahun 2009. Dan selama dua tahun lebih itu pula, ia mengaku lewat surat elektronik bahwa untuk menerima dan mengaplikasikan pupuk organik pada tanaman padi, masyarakat memang gampang-gampang susah.
Merubah sistem pertanian yang sudah ada menjadi pertanian organik membutuhkan waktu yang tidak singkat, karena kondisi lahan pertanian sekarang sudah cukup rusak sehingga butuh waktu lama untuk merubahnya (rekondisi) menjadi lebih baik. Pemikiran petani yang sudah terbiasa dimanja oleh subsidi pupuk kimia serta sifat pupuk kimia yang instan membuat petani sulit lepas dari ketergantungan pupuk kimia. 

Ramah Lingkungan - Ramah Kantong Petani

Budi mengaku, selain menggunakan pupuk organik yang ada di pasaran, ia juga membuat pupuk organik sendiri yang terbuat dari ikan dan gula merah yang ia beri air dan difermentasikan. “Saya membuat pupuk cair untuk mengilangkan hama, lebih murah dan gampang membuatnya,” jelas dia.Semua permasalahan yang ada pada jaman presiden Soeharto masih bergaung sampai sekarang. Seharusnya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian tidak dengan cara menaikkan subsidi pupuk, bibit atau pestisida lain. Tetapi, bagaimana keseriusan pemerintah mengkaji masalah pertanian dan memberikan solusi jangka panjang. Pertanian organik bisa menjadi solusi untuk masalah ini, penerapannya bukan hanya rencana-rencana dan mengotak-atik data di atas kertas saja.

Terobosan baru perlu berani dilaksanakan. Melalui pertanian organik petani tidak perlu bergantung pada pupuk kimiawi yang mahal dan malah bisa merusak tanah. Bagaimana mau sejahtera? Menurut BPS (Januari 2012), buruh tani yang bekerja harian bergaji 39.727 rupiah, namun riilnya hanya 28.582 rupiah.

Menurut Ratih, meskipun padi organik masa panen lebih lama, namun biaya produksi lebih murah dan harga jual lebih mahal daripada beras anorganik. Sementara, Budi mengungkapkan bahwa sejak tahun 2008 ia mencoba menanam padi organik di sawahnya. Ia mengaku, sawah yang dicobanya untuk menanam padi organik memang tidak luas, dari 300 petak sawah, hanya 42 petak saja yang ditanami padi secara organik. Menanam padi organik memang menarik bagi Budi, sebab lebih menguntungkan daripada menanam padi anorganik.

Masih kata Budi, “Jika diakumulasikan, biaya produksi pertanian organik lebih rendah dari biaya produksi pertanian anorganik. Misalnya saja, dengan luas lahan yang sama. Pertanian organik memerlukan biaya pupuk organik padat hanya 20 ribu rupiah per 40 kilogram sedangkan pupuk cair 100 ribu rupiah per liter. Sedangkan jika menggunakan pupuk anorganik, dia harus merogoh uang lebih banyak, KCL nonsubsidi 400 ribu rupiah per bungkus, urea 50 ribu rupiah per 95 kilogram, NPK 120 ribu rupiah per bungkus, SP36 100 ribu rupiah per bungkus. Jika dijumlah, biaya pupuk organik lebih murah dari pupuk anorganik yaitu 120 ribu rupiah banding 770 ribu rupiah. Selisih 650 ribu rupiah dari pupuk anorganik”.

“Padi organik memang warna hijaunya terlihat lebih pucat daripada padi anorganik, tetapi kalau mengenai timbangan padi organik lebih berat,” ungkap Budi lagi. Ia menambahkan, satu kuintal padi yang ditanam secara organik bisa menghasilkan 70 kilogram beras, berbeda dengan padi yang ditanam secara anorganik yang berat hasilnya kurang dari itu.

Perlu diketahui bahwa kabarnya pemerintah ke depan akan menghapuskan subsidi pupuk dan bahan pembuat pupuk kimia yang semakin menipis, jadi sangat beralasan jika sebaiknya petani mulai beralih ke model pertanian organik. Semua bergantung keberanian pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan dan menyejahterakan petani atau tidak. Semoga tak lagi ada ibarat ayam yang mati di lumbung padi. Semoga....

oppo
(Selamat Hati Tani 2014, tulisan ini merupakan hasil liputan yang dimuat pada Majalah Kompas Mahasiswa Unnes www.bp2munnes.org) 

Beranda Bali

pasti, aku merindukanmu
karena hujan tak henti-henti,
daun kamboja di depan rumah terantuk pucat pasi
jalan menuju kampung ini masih setapak, seperti yang tempo hari ilalang menutup batuan di kiri kanan hingga tak nampak saat melewati

pasti, aku merindukanmu di beranda bali, di perbukitan sunyi ini rumah yang seperti lukisan warna-warninya, dibantu cahaya pagi jika senja menderai, lampu oncor menggeser bayangan tak terurai

bisakah kuhapus jejak yang dulu karena usia mematah waktu
mungkin engkau tiada,
di saat aku mengelana

(Handry TM, Februari 2014)

Saturday, September 20, 2014

Cara (Gagal) Move On dari Mantan

https://glitzmedia.co/

 Konbanwa minasan! Selamat malam semua....  Ehem, sudah berapa cara nih yang dilakukan untuk bisa move on dari si dia? Minasan boleh saja gagal namun kegagalan tidak membuatmu jadi menyerah dengan keadaan kan? Berikut ini ane bagi cara (gagal) move on dari mantan.


1.       Ganti Istilah Mantan dengan Alumni

 Saya kutip dari www.kaskus.com, agar minasan cepat move on, ganti istilah Mantan menjadi Alumni. Ini merupakan Permainan Psikologis kata. Kata alumni terkesan lebih halus untuk menghilangkan phobia pada mantan. Kalau mantan barangkali masih da kesempatan untuk balikan, tapi kalau alumni berarti jika udah lulus jadi mantan yang udah berlalu.

 Tapi parahnya, perubahan sebutan ini tidak merubah keadaan bagi semua yang ingin move on dari mantan. Ternyata, penyebutan “alumni” membuat lebih banyak mengingatkan minasan padan mantan. Pasalnya, mantan minasan satu almamater sekolah atau kampus.  Jadi sama-sama alumni. Ketika menyebut kata alumni kebanyang kenangan masa-masa jajan di sekolah dan makan soto bareng, mbolos sekolah bareng, dimarahin dosen bareng, dan lain lain. Akhirnya, jika masih keinget mantan juga. Ganti kata “mantan” dengan kata  “Veteran”. Iya, veteran. Veteran pejuang hatimu. Iya, kamu. (Gubrak daah!)


2.       Menghapus Kenangan Mantan? Misalnya: bakar surat cinta udah. Nyumbangin baju couple-lan ke panti asuhan udah. Hapus foto mantan sebanyak 8 Giga udah. Trus juga udah mblokkir BBM, FB, Twitter, Line, Kakao Talk (ciri-ciri anak jaman medsos). Tapi kadang pertanyaan muncul, kenapa semakin ingin dilupakan, semakin tambah inget terus? Kalo gitu, kamu enggak perlu melupakan, tapi ingatlah mantanmu benar-benar.


Lho? Mau move on kok malah disuruh mengingat masa-masa sama dia? Iya, ingatlah karena kadang cara melupakan terbaik adalah dengan mengingatnya, minasan. Coba ingat waktu kamu makan malam bareng pas tanggal tua, makan sebungkus kucingan untuk berdua. Atau ketika kalian jalan-jalan bareng  ke tempat favorit (taman kampus lagi taman kampus lagi).  Dan ketika kalian bertengkar kamu nangis trus pura-pura pergi berharap dia ngejar kamu kayak adegan di film bollywood

Ini cara mujarab lho, tak ada yang abadi di dunia ini termasuk ingatan kok. Semakin kita mengingatnya kita akan semakin merasa itu hal biasa. Ingat dan lepaskan.  Kalau memang berjodoh Tuhan kasih jalan kok. "Jodoh pasti bertemu...." (Afgan nyanyi)


3.       Tingkatkan Ibadah Meningkatkan ibadah membuat kita bersyukur dan dekat dengan Tuhan. Misalnya saja, coba ganti daftar putar lagu galau minasan dengan muratal Alquran. Hal ini bisa menenangkan pikiran yang lagi butek. Beneran. Coba deh, daripada mikirin mantan, tiap mau tidur tambah daftar putar MP3 minasan ayat-ayat suci Alquran. Udah wudlu, bersihin kasur, posisi tidur sunah rasul (miring ke kanan), trus putar MP3-nya. Insyaallah mimpi indah deh.


Eits, tapi nyatanya cara ini gagal juga ketika dilakukan pertama kali. Karena meski udah nyetel muratal, ternyata tiba-tiba galau lagi. Iya, karena ketika daftar putar muratalnya habis, lagu “Sang Mantan” punya Nidji tiba-tiba terdengar. “Kini engkau pun pergi meningalkan aku di sini. Aaakuuulaaahh sang mantan.... Aaakuuulaaahh sang mantan....“. Mewek lagi.... (Ini terjadi ketika minasan sayang buat hapus lagu-lagu galau di playlist karena alasan lagunya enak didenger. Hei enak didenger apa enak menikmati rasa nyesek?)


4.       Cari Teman Sama-Sama Jomblo

Let it go... Let it go...,” penggalan syair lagu latar (soudtrack) Film Frozen ini enak sekali didengar. Sudahlah biarkan saja, biarkan, itulah tekad yang muncul ketika mendengar lagu tersebut. Namun, tekad hanyalah tegad. Niat move on sudah ada. Ngganti playlist lagu galau diubah jadi muratal juga udah. Nah, sekarang cari teman yang senasib sama minasan. Kenapa? Iya, tentu saja seperti salah satu latarbelakang dibentuknya negara Asean yaitu karena mereka senasib sepenanggungan. Karena merasa senasib, kalian minasan bisa akrab dan tidak merasa sendiri.

Cara ini pun bisa gagal, ketika kamu lagi asyik main ke kos teman jomblo kamu (yang pasti temen jomblo yang satu mahram) lagi asyik-asyiknya cerita ini itu, main ini itu. Eits ada bunyi lagu tanda panggilan masuk “Aaakuuah sang mantan... Aaakuulah sang mantan...” Jiaaa Nidji lagi, ternyata itu berasal dari hape temen jomblo minasan

Bukannya mengobati lara hati dan saling menasehati, malah kalian jadinya menggalau bersama bisa-bisa mewek sampai pagi. Hal ini ternjadi jika ternyata teman jomblo minasan belum bisa move on. Hati-hati carilah teman jomblo yang benar-benar move on! Kalau tidak, bisa jadi malah galau minasan kumat lagi.


5.       Menikah

Ecie... yang langsung berbinar mendengar kata menikah. Jika memang yang kamu harapkan (mantan) tidak memberikan kepastian, bolehlah menerima pinangan yang ngajak seriusan. That`s true! Get married.  Menikah akan membuat hidup kamu menjadi lebih baik. Dengan menikah, bisa fokus untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan keluarga kecil minasan. 

Eits, cara ini juga bisa gagal untuk bisa move on dari mantan jika ternyata kamu menduga-duga bertemu dengan orang yang ngajak seriusan dengan datang ke acara pernikahan teman. Bukannya kamu melupakan mantan, begitu lihat pelaminan, kamu keinget janji mantan akan menikahimu tahun depan. (Jiaaaa.... sakitnya tuh di sini)

Itu tadi cara (gagal) move on dari mantan. Tapi yang jelas sebaik-baik mantan bukanlah yang mengajak balikan pacaran, tapi yang berani mengajak ke pelaminan. (eeeaaa....)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More